Koperasi Dan Asuransi Syari’Ah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep asuransi bahwasanya sudah dikenal semenjak jaman sebelum masehi dimana insan pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari aneka macam ancaman, antara lain kekurangan materi makanan. Salah satu dongeng mengenai kekurangan materi kuliner terjadi pada jaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap tragedi kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan materi kuliner pada masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko tragedi kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan pemain drama di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam forum asuransi yang bertujuan membantu para janda dan bawah umur yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian bangun dengan beranggotakan para budak belian yang diperbanatukan pada ketentaraan kerajaan Roma (Rahman, Afzalur). Konsep auransi sangat berkaitan dekat dengan kehidupan masyarakat primitif yang berkelompok. Dalam masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh lantaran itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi lantaran semua resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Pada waktu keluarga atau suku menjelma kehidupan yang berpindah-pindah secara teori keluarga tersebut mulai menghadapi aneka macam macam ancaman tanpa adanya proteksi dari keluarga maupun sukunya dan untuk itu bagaimanakah bentuk perkembangan asuransi itu sendiri ketika ini.

B. Rumusan Masalah

Di dalam asuransi khususnya asuransi syariah di terapkan janji tabarru’ namun sejauh ini apakah janji tersebut telah berjalan sesuai dengan janji yang benar-benar memposisikan janji tabarru’ sebagai janji yang di jalankan dalam asuransi syariah. Lalu bagaimana dengan konsep janji asuransi syariah dibandingkan dengan konsep asuransi pada umumnya yang biasa di sebut asuransi konvensional.

C. Tujuan

Dalam pembahasan asuransi syariah maka dengan itu bertujuan untuk mencari warta mengenai bagaimana perjuangan asuransi sanggup berjalan sesuai dengan aturan syariah, serta mengambil sebagai upaya banding dengan perjuangan asuransi pada umumnya. Serta mencari warta mengenai suatu kepastian aturan perihal perjuangan syariah.

BAB II

PEMBAHASAN

    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada hal ini penulis memakai metode kepustakaan dengan mencari dari beberapa pendapat tokoh serta teori-teori yang di kemukakan untuk kemudian di analisis, serta penggalian dari sumber aturan islam yaitu al qur’an dan as sunnah kemudian sanggup ditarik sebuah kesimpulan dari persoalan yang ada.

    Pengertian Asuransi

Pengertian asuransi banyak literatur-literatur yang memperlihatkan pengertian definisi dari asuransi, secara umum sanggup diketahui dalam pasal 246 KUHD yang mengambarkan bahwa :

    “Asuransi ialah suatu persetujuan dimana penanggung berjanji pada tertanggung untuk membayar sejumlah kerugian yang telah disepakati bila terjadi suatu kerusakan, kerugian atau kehilangan laba itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi”. [1]

Dalam pengertian lain asuransi secara riil ialah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya, paling sederhana dan paling umum ialah persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa tertimpa kerugian guna menghadapi peristiwa yang tidak sanggup diramalkan atau dipastikan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah satu orang yang diantara mereka maka beban tersebut akan disebarkan keseluruh  anggota yang ikut dalam perjuangan asuransi tersebut(lihat juga Insurance, dalam EB edisi XI, XIV, h.656)[2]. Maka dari itu sanggup dipahami tujuan asuransi ialah sebagai bentuk pertanggung jawaban atas suatu perbuatan yang mungkin belum bisa dipastikan kejadiannya.

Di jelaskan pula dalam KUHD pasal 246 mengenai unsure-unsur asuransi, yaitu ada tiga unsur asuransi diantaranya :

    Unsur premi atau adanya premi
    Unsur ganti rugi atau adanya ganti rugi, dan
    Unsur peristiwa atau adanya peristiwa yang belum terjadi.[3]

Pengertian asuransi juga sanggup ditemui dalam ketentuan UU no. 2 / 1992 kepingan I pasal 1 perihal perjuangan perasuransian menyatakan asuransi yakni perjanjian antara dua pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi asuransi untuk memperlihatkan penggantian kepada tertanggung lantaran kerugian atau kerusakan yang telah terjadi.[4] Pengertian dari premi ialah upah asuransi atau harga yang dipungut oleh pihak penjamin biar sanggup melakukan kewajibannya.[5] Dalam asuransi premi sebagai hak yang dibayarkan kepada seseorang atas kerugian itu terjadi dan itu biasanya berupa harga yang sepadan dengan resiko, namun dalam hal kesepadanan hanya semata-mata berdasarkan perhitungan pihak penjamin. Menurut esiklopedia Indonesia asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasnya kantor asurnsi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat pejanjian (polis) bila terjadi kerugian keruskan atau mengenai kehilangan jiwa dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.[6]  Dari bebrapa pengertian yang telah diuraikan diatas maka sanggup disimpulkan pengertian dari asuransi secara umum ialah bentuk kesepakatan atau perjanjian yang dibentuk antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan pihak tertanggung (peserta asuransi) dengan memperlihatkan suatu premi atas kerugian atau kerusakan yang mungkin belum diketahui kepastiannya, yang dananya diambilkan dari penerima asuransi yang itu merupakan kesepakatan bersama.

Pembagian secara umum asuransi termasuk dalam forum keuangan non bank, dalam pembahasan kali ini berkenaan dengan asuransi syari’ah, pengertian asuransi syari’ah sendiri tidak berbeda dengan pengertian asuransi pada umumnya yang telah dibahas diatas, secara prinsip yang membedakan asuransi syari’ah dengan asuransi pada umumnya atau asuransi konvensional ialah terletak pada prinsip-prinsip yang dijalankan. Prinsip utama dalam asuransi syari’ah ialah prinsip (ta’awun) tolong menolong[7]  berbeda dengan prinsip asuransi pada umumnya yang memakai perhitungan untuk mencari laba (lihat masa’il fiqiyah hal. 64) jadi pengertian asuransi syari’ah atau istilahnya asuransi tafakul ialah dalam bahasa arab berasal dari kata dasar kafala – yakfulu – takafala – yatakafalu – takaful  yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama.[8] Disinilah letak perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional. Didalam al qur’an tidak ditemukan kata tafakul namun ada beberapa ayat al qur’an ada kata yang senada dengan kata tafakul, artinya : “..bolehkah saya memperlihatkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?...” [9] untuk lebih memperjelas pengertian mengenai takaful kalau diartikan secara muamalah sanggup mengandung arti saling mengandung resiko diantara sesame insan sehingga antara yang satu dengan yang lainnya menjadi resiko masing-masing, maka secara umum prinsip kerja dari asuransi takaful ialah lebih mengutamakan asas saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut(lihat juga, juha s praja, asuransi takaful, artikel PT Syarikat Takaful Indonesia). Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator yang saling menanggung atas resiko diantara mereka para penerima asuransi, jadi dengan demikian sanggup dipahami perbedaan pengetian antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional.

    Prinsip – Prinsip Asuransi

Telah dijelaskan diatas bahwa asuransi secara prinsip memakai asas saling tolong menolong, prinsip utama asuransi takaful ialah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tololng menolonglah kau sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Dalam asuransi takaful transaksi yang dibentuk ialah janji takafuli (saling mengandung) bukan janji tabaduli (saling menukar), para pakar jago ekonomi islam merumuskan perihal prinsip – prinsip yang digunakan oleh asuransi takaful yang membaginya menjadi tiga prinsip utama yaitu :

1.      Saling bertanggung jawab

Ini berarti para penerima asuransi takaful mempunyai rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan menolong penerima lain yang mengalami petaka atau kerugian.

2.      Saling bekerja sama atau saling membantu

Ini berarti bahwa para penerima asuransi takaful yang satu dengan penerima asuransi yang lain harus saling bekerja sama dalam hal saling membantu meringankan beban atas kerusakan atau kerugian yang telah diderita oleh anggota penerima asuransi.

3.      Saling melindungi penderitaan satu sama lain

Ini berarti para penerima asuransi berperan sebagai pelindung bagi penerima yang lain yang mengalami musibah.

Dari beberapa prinsip asuransi tersebut, Karnaen A Perwaatmadja menambahkan satu prinsip yaitu menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba.[10] Selain prinsip diatas sebagai suplemen juga ada prinsip asuransi takaful yaitu : Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan), Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) .

    Sejarah Asuransi Syariah

Asuransi termasuk dalam forum keuangan non bank dan telah bangun semenjak usang apabila kita runtut kebelakang maka forum asuransi telah dikenal pada awal islam, yang pada risikonya banyak literature yang menyimpulkan bahwa asuransi tidak sanggup dipandang sebagai praktik yang halal. Akan tetapi terdapat beberapa acara dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi, contohnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan system aqilah , system aqilah ialah system menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dinamakan sebagai “kunz”. Namun keberadaan asuransi syari’ah tidak sanggup dilepaskan dari keberadaan asuransi kovensional lantaran sebelum adanya asuransi syari’ah, terdapat beberapa macam perjuangan asuransi konvensional yang itu rata-rata dikendalikan oleh orang-orang nonmuslim maka secara tidak pribadi didalam praktik operasionalnya terdapat unsure-unsur yang bertentangan dengan aturan islam menyerupai unsure riba, gharar, dan maisir, kalau ditinjau pula dari segi aturan perikatan islam maka asuransi konvensional hukumnya haram, dan ini yang disepakati oleh beberapa jago aturan islam sepeti Abdul Wahab Khalaf, Sayyid Sabiq, Yusuf al-Qardawi.


Dengan berlandaskan bahwa aturan dari asuransi syari’ah ialah haram maka perlu suatu rumusan konsep yang sanggup menghindarkan dari praktik riba, gharar, dan maisir yang semua itu diharamkan oleh islam.[11] Untuk itu maka dibuatlah konsep asuransi takaful atau asuransi yang berlandaskan pada asas-asas aturan islam.

    Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi konvensional

Perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi kovensional secara umum ialah terletak pada prinsip kerja antara asuransi takaful dengan asuransi kovensional, asuransi takaful lebih mengedepankan janji saling tolong menolong. Perbedaan yang fundamental antara asuransi kovensional dengan asuransi takaful diantaranya :

    Keberadaan Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu keharusan, sedangkan dalam asuransi konvensional tidak ada.
    Prinsip janji asuransi syari’ah ialah takaful yakni saling tolong menolong, sedangkan janji asuransi kovensional ialah bersifat tadabuli saling tukar menukar.
    Dana yang terkumpul dari penerima asuransi syari’ah diinvestasikan berdasarkan syari’ah dengan sistim bagi hasil (mudharabah), dalam asuransi konvensional dana yang terkumpul diinvestasikan pada aneka macam sector dengan sistim bunga.
    Premi yang terkumpul menjadi tetap milik nasabah atau penerima asuransi, dalam asuransi konvensional premi menjadi hak milik perusahaan asuransi sendiri.

Perbedaan asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional berdasarkan prinsip operasionalnya yakni diantaranya :

    Unsur Gambling (maisir) dalam asuransi konvensional pihak yang satu mendapatkan laba sedangkan pihak yang lain mengalami kerugian, missal lantaran karena tertentu pemegang polis membatalkan kontran sebelum masa Reversing Period, biasnya pada tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak sanggup mendapatkan uangnya kembali, dalam asuransi takaful masa Reversing Period setiap penerima tetap mempunyai hak untuk mendapatkan semua uang yang dibayarkan.
    Unsur Riba dalam asuransi kovensional terdapat perjuangan investasi dengan meminjamkan dana-dananya atas dasar bunga, dalam asuransi syari’ah tidak terdapat perjuangan investasi dengan menerapakan bunga.
    Unsur komersial dalam asuransi konvensional unsure komersialnya masih sangat menonjol jawaban penerapan sistim bunga, dalam asuransi syari’ah unsure komersial tetup oleh unsure ta’awun atau pertolongan sebagai jawaban dari penerapan konsep mudharabah dengan sistim bagi hasil.[12]

    Jenis-jenis Asuransi

Jenis-jenis asuransi kovensional dibedakan atas beberapa kepingan macam berdasarkan prinsip asuransi yakni diantaranya :

1.      Asuransi Kebakaran (fire insurance), tujuan dari asuransi kebakaran ialah untuk mengganti kerugian jawaban kebakaran. Dalam asuransi terdapat kontrak syarat yang diantaranya :

a.       Insuring Clause yakni syarat yang hanya menjamin semua kerusakan atau keruguan atas semua hak milik.

b.      Stipulation conditions yakni syarat yang hanya menjamin mengenai kawasan atau lokasinya.

c.       Form of Contracts yakni syarat yang ditujukan untuk jenis atau kontrak yang digunakan.[13]

2.      Asuransi Jiwa (life insurance), tujuan dari asuransi ini ialah menanggung seseorang terhadap kerugian financial yang tak terduga jawaban meninggal cepat atau terlalu lama. Resiko dari asuransi jiwa ada dua yaitu : simpulan hidup dan hidup orang terlalu lama.[14]

3.      Asuransi Laut (Ocean marine insurance), tujuan dari asuransi ini ialah untuk mengganti kerugian yang terjadi jawaban kecelakaan yang terjadi dilaut.[15]

4.      Asuransi Angkutan Udara, tujuan dari asuransi ini ialah untuk mengganti kerugian dari pada pesawat dan muatannya baik barang serta penumpamnya terhadap ancaman yang terjadi di bandara atau pada ketika terbang.

5.      Asuransi Angkutan Darat , objek dari asuransi ini ialah penumpang, barang yang diangkut, dan kendaraan pengangkut.

6.      Asuransi Kredit

7.      Asuransi Kesehatan, jenis asuransi ini ialah kecelakaan dan penyakit

8.      Asuransi Tanggung Gugat, tujuannya ialah melindungi tergugat terhadap kerugian yang timbul dari somasi pihak ketiga lantaran kelalaian.

Sedangkan jenis-jenis asuransi syariah, yang sebagaimana diatur dalam UU no. 2 / 1992 perihal Usaha Perasuransian  maka asuransi takaful terdiri atas dua jenis yaitu :

1.      Takaful Keluarga (asuransi jiwa), ialah bentuk asuransi syari’ah yang memperlihatkan pelindungan dalam menghadapi petaka simpulan hidup dan kecelakaan atas diri penerima asuransi takaful(lihat Antonio, perbankan syariah, h.150)  prodak takaful keluarga mencakup :

a.       Takaful berencana.

b.      Takaful pembiayaan.

c.       Takaful pendidikan.

d.      Takaful dana haji.

e.       Takaful berjangka.

2.      Takaful Umum (asuransi kerugian), ialah bentuk asuransi syariah yang memperlihatkan proteksi financial dalam menghadapi tragedi atau kecelakaan atas harta benda milik penerima asuransi. Prodak takaful umum mencakup :

a.       Takaful kendaraan bermotor.

b.      Takaful kebakaran.

c.       Takaful kecelakaan diri.

d.      Takaful pengangkutan laut.

e.       Takaful rekayasa.

    Mekanisme Operasional Asuransi Syari’ah

Mekanisme pengelolaan dana takaful keluarga dilakukan sebagai berikut :

1.      Premi yang di terima masuk kedalam “rekening tabungan” yaitu rekening tabungan penerima asuransi dan “rekening khusus” yaitu rekening yang khusus disediakan untuk kebaikan berupa pembayaran klaim (manfaat takaful) kepada para penerima takaful atau jago waris.[16]

2.      Premi takaful akan disatukan ke dalam “kumpulan dana peserta” yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan syari’ah kemudian laba yang diperoleh dari investasi dibagi sesuai dengan perjanjian mudharabah yang disepakati contohnya 70% untuk penerima dan 30% untuk perusahaan asuransi.[17]

Mekanisme pengelolaan dana takaful umum dilakukan sebagai berikut :

    Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan kedalam rekening khusus yang diniatkan derma atau dana kebajikan (tabarru’) dan digunakan untuk membayar klaim kepada penerima apabila terjadi musibah.
    Premi takaful tersebut dimsukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” kemudian dikembangkan melalui investasi proyek yang dibenarkan syari’ah.
    Setelah dikurangi beban asuransi (klaim, premi asuransi) dan masih terdapat kelebihan maka kelebihan tersebut dibagi dengan cara mudharabah.
    Keuntungan penerima akan dikembalikan kepada penerima yang tidak mengalami musibah, untuk perushaan sendiri akan digunakan untuk pembiayaan operasional.[18]

BAB III

ANALISIS

Tinjauan Hukum Asuransi Syariah

Tinjauan aturan asuransi syari’ah bepedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, namun secara tersurat tidak diketemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan akan transaksi asuransi, berbeda dengan transkasi jual beli yang didalam Al-Qur’an dinyatakan dengan jelas. Untuk itu dalam menggali aturan perihal asuransi maka sanggup dipelajari secara ekplisit yang mempunyai makna secara kontekstual yang itu bisa mengakibatkan sebagai dasar asuransi. Secara prinsip janji yang digunakan dalam asuransi syariah ialah janji tabarru’ dan ta’wun, didalam Al-Qur’an kata ta’wanu secara umum terulang sebanyak tiga kali namun dari ketiga ayat tersebut yang dianggap paling cocok sebagai bentuk dasar aturan dari asuransi takaful yaitu surat Al-Ma’idah ayat 2. Akad tabarru’ digunakan untuk tujuan saling menolong tanpa mengharapkan jawaban kecuali dari Allah SWT jadi dengan demikian pihak yang terlibat tidak sanggup mengambil laba dari jenis ini.[19]  Dalam pedoman Dewan Syariah Nasional (DSN) memutuskan sebagai bentuk janji yang digunakan dalam asuransi takaful, berdasarkan pedoman Dewan Syariah Nasional janji yang dilaksnakan dalam perusahaan asuransi takaful ialah janji tijarah dan/ atau janji tabarru’. Akad tijarah ialah mudharabah dan janji tabarru’ ialah hibah, hal ini berdasarkan pedoman DSN no. 21. sedangkan dalam pedoman DSN no. 53 janji tabarru’  merupakan janji yang harus menempel pada semua produk asuransi.

Berkenaan dengan perjuangan asuransi syari’ah maka terlepas dari perjuangan asuransi yang lainnya maka asuransi syari’ah sendiri masih menghadapi polemic persoalan perihal kepastian aturan untuk itu dikalangan ada beberapa perdebatan yang masih mengakibatkan persoalan asuransi sebagai kegiatan yang melanggar aturan syari’ah, namun disisi lain ada pula yang menganggap asuransi yang kalau dilakukan atau didasarkan atas nilai-nilai serta aturan dalam islam maka asuransi itu boleh. Untuk mengetahui apa alasan mereka yang menyatakan bahwa asuransi itu merupakan pratik yang betentangan dengan syari’at islam, dengan pendapat mereka yang menyatakan bahwa asuransi syari’ah tidak bertentangan dengan syari’ah islam.

Dalam asuransi syariah ada yang menyatakan bahwa janji yang di gunakan dalam transaksi syariah ialah janji yang ghairu musamma (akad yang belum ada penamaannya) dan termasuk janji yang gres dalam literature fiqh[20].  Pada dasarnya praktek asuransi syariah ialah bentuk kegiatan yang didalamnya menerapkan azas saling tolong menolong.

“sebagai makhluk yang lemah, insan harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya tidak akan bisa hidup sendiri tanpa pinjaman orang lain atau sesamanya, solusinya ialah firman Allah dalam Al-Qur’an al-maidah ayat 2 : “…tolong-menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan bahu-membahu dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kau kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[21]

Perbedaan pendapat mereka kami sajikan dalam table berikut ini :

No
   

Pendapat yang setuju
   

Pendapat yang tidak setuju

1
   

Tidak ada nash Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi
   

Asuransi sama dengan judi

2
   

Adanya kerelaan antara dua belah pihak
   

Asuransi mengandung unsure-unsur yang tidak pasti

3
   

Saling menguntungkan kedua belah pihak
   

Asuransi mengandung unsure riba

4
   

Asuransi termasuk janji mudharabah artinya janji kolaborasi bagi hasil.[22]
   

Hidup dan mati insan dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.

Itulah dari beberapa perbedaan pendapat yang terjadi diantara kalangan para tokoh jago ilmu perbankan serta jago ilmu fiqh.

Dengan kembali berpaku pada asas kaidah fiqiyah “segala sesuatu (perbuatan) tergantung pada tujuannya” maka dalam menyikapi asuransi syari’ah lebih dahulu kita mengutamakan tujuan atau niat kita dalam ikut sebagai penerima asuransi.

BAB IV

KESIMPULAN

Dari uraian diatas maka sanggup disimpulkan bahwa asuransi ialah termasuk salah satu perjuangan yang menjadi kepingan dari forum keuangan non bank, kegiatan asuransi ialah kegiatan yang terjadi antara pihak tertanggung dengan pihak penangung dalam memperlihatkan ganti rugi atas suatu kerugian atau kerusakan. Asuransi syari’ah secara umum kegiatannya tidak berbeda dengan kegiatan asuransi pada umumnya atau asuransi konfensional, dalam hal ini yang membedakan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konfensional itu terletak pada perinsip kerja yang digunakan, kalau asuransi syari’ah memakai perinsip saling tolong menolong (ta’awun) dan kebajikan (tabarru’) sedangkan dalam konvensional tidak memakai prinsip ini.

Dalam hal penggunaan dana asuransi, asuransi syari’ah memakai dana yang telah terkumpul tersebut diinvestasikan dalam bentuk system bagi hasil (mudhorabah) sedangkan dalam konvensional dana yang telah terkumpul diinvestasikan kepada perjuangan yang masih memakai system bunga.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, gemala, S.H. , aspek-aspek aturan dalam perbankan dan perasuransian syariah di Indonesia; Jakarta, Prenada Media, 2004

Zulkifli, sunarto, panduan prakris transaksi perbankan syariah; Jakarta, Zikrul hakim, 2007

Sumitro, warkum, S.H., asas-asas perbankan islam dan lembaga-lembaga terkait; Jakarta, Grafindo persada, 1997

Pasribu, chairuman, hokum perjanjian islam; Jakarta, Sinar grafika, 1994

Salim, abas A., dasar-dasar asuransi (principles of insurance); Bandung, Tarsito, 1985

Salim, abas A. dasar-dasar asuransi edisi revisi;  Bandung, Tarsito

Ali, hasyim Drs., bidang perjuangan asuransi; Jakarta, Bumi aksara, 1993

Ali, hasan M., masa’il fiqiyah zakat pajak asuransi & forum keuangan; Jakarta, Grafindo persada, 1997

Muslehuddin, M., asuransi dalam islam; Jakarta, Bumi aksara, 1995

Muslehuddin, M., menggugat asuransi modern; Jakarta, Lentera basritama, 1999

Kansil, C.S.T., Sh, pokok-pokok pengetahuan hokum dagang Indonesia; Jakarta, Sinar grafika, 2008

Janwari, yadi, M.ag, 2005. Asuransi Syariah. Bandung. Pustaka bani quraisy

Wirdyaningsih,sh,et.al. 2006. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta. Prenada media.

Ali, hasan MA, 2004. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta. Prenada media.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 21/DSN-MUI/X/2001, tentang: Pedoman Umum Asuransi Syariah

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, perihal : Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah

[1] Kansil,Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,2008),178.

[2] Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta:Lentera Basritama,1999),3.

[3]  Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum,178.

[4] Chairuman pasaribu,Hukum PerjanjianIslam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),84 .

[5] Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, 41.

[6] M. hasan ali,Masa’il Fiqiyah Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1997),57.

[7] Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),132.

[8] Ibid.,122.

[9] QS Thaha ayat 40

[10]Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),134.

[11] Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),125.

[12] Warkum sumitro,Asas-asas  Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),170.

[13] Abas salim,Dasar-dasar Asuransi (Principles Of Insurance),(Bandung:Tarsito,1985),12.

[14] Ibid.,21.

[15] Ibid.,57.

[16] Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),173.

[17] Gemala dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media, 2004),140.

[18]Warkum sumitro,Asas-asas  Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),175.

[19] Sunarto zulkifli, Panduan Mudah Transaksi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Zikrul Hakim,2007),13.

[20] Ali, hasan MA,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam ,(Jakarta:Prenada media,2004),139.

[21] Wirdyaningsih,sh.et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Prenada media,2006),1484

[22] Chairuman pasaribu,Hukum Perjanjian Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),88.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel