Strategi Pendidikan Nasional
Berikut ulasan mengenai Strategi Pendidikan Nasional. Silahkan disimak!
Untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan antara lain :
Kemudian kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain :
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas dilema pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 perihal Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem administrasi pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan training nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya yaitu alasannya yaitu dilema tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan dilema serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada belahan ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai administrasi pendidikan dasar.
Kedua, belahan ini dikemukakan tiga kasus administrasi pendidikan yang manyangkut fungsi dan kiprah pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah terpencil; Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus forum pendidikan yang diselenggarakan oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan swasta dalam Sisdiknas dalam perjuangan mencari jati diri dari lembaga-lembaga pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan pengembangan dan pengelolaan pendidikan swasta cendekia balig cukup akal ini cenderung menuju konformisme yang berarti mematikan jatdiri pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan mematikan kreativitas, penemuan yang justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang dinamis. Mengenai pendidikan tinggi memerlukan oreientasi kelembagaan dan jadwal secara terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh alasannya yaitu itu diharapkan administrasi yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang profesional. Dan mengenai pendidkan tempat terpencil berkisar pada dilema pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, Tilaar menjelaskan pertama perihal hasil administrasi pendidikan, yaitu kesenjangan mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola sisdiknas, khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, perihal pendidikan dalam globalisasi, dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang perihal perlunya terobosan gres dalam taktik pendidikan guru. Diantaranya dikemukakan tetang pendidikan guru yang profesional untuk menghadapi masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru sebagai manajer pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
Keempat, belahan ini Tilaar mengembukakan pemikirannya perihal fungsi dan kiprah Sisdiknas sebagai belahan dari taktik pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya yaitu menenagi administrasi pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah satu dilema pendidikan yang kita hadapi cendekia balig cukup akal ini yaitu rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai perjuangan telah dilakukan, antara lain memlalui banyak sekali training dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu administrasi sekolah. Namun demikian, banyak sekali indikator mutu pendidikan belum mengatakan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, mengatakan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari banyak sekali pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang mengakibatkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional memakai pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa forum pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diharapkan dalam acara produksi tersebut, maka forum ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang adakala kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk menyebarkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, kiprah serta masyarakat, khususnya orang renta siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat sumbangan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang renta siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya yang kini sedang dikembangkan yaitu reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui administrasi sekolah (School Based Management). Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management sanggup didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara berdikari oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara pribadi dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS yaitu otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai target mutu sekolah. Otonomi sanggup diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah yaitu kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan menentukan cara pelaksanaan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan demikian, secara sedikit demi sedikit akan terbentuk sekolah yang mempunyai kemandirian tinggi
Sekian artikel dari mengenai Strategi Pendidikan Nasional, yang sanggup kalian jadikan pola untuk belajar.
Lihat juga:
Kumpulan Artikel Tentang Pendidikan
Untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan antara lain :
- Mengupayakan ekspansi dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya insan Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
- Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik bisa berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti semoga sanggup mengembalikan wibawa forum dan tenaga kependidikan.
- Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman akseptor didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
- Memberdayakan forum pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
- Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional menurut prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
- Meningkatkan kualitas forum pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Mengembangkan kualitas sumber daya insan sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui banyak sekali upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa semoga generasi muda sanggup berkembang secara optimal disertai dengan hak sumbangan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
- Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama perjuangan kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Kemudian kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain :
- Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
- Program Pendidikan Menengah
- Program Pendidikan Tinggi
- Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
- Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
- Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
- Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas dilema pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 perihal Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem administrasi pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan training nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya yaitu alasannya yaitu dilema tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan dilema serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada belahan ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai administrasi pendidikan dasar.
Kedua, belahan ini dikemukakan tiga kasus administrasi pendidikan yang manyangkut fungsi dan kiprah pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah terpencil; Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus forum pendidikan yang diselenggarakan oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan swasta dalam Sisdiknas dalam perjuangan mencari jati diri dari lembaga-lembaga pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan pengembangan dan pengelolaan pendidikan swasta cendekia balig cukup akal ini cenderung menuju konformisme yang berarti mematikan jatdiri pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan mematikan kreativitas, penemuan yang justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang dinamis. Mengenai pendidikan tinggi memerlukan oreientasi kelembagaan dan jadwal secara terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh alasannya yaitu itu diharapkan administrasi yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang profesional. Dan mengenai pendidkan tempat terpencil berkisar pada dilema pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, Tilaar menjelaskan pertama perihal hasil administrasi pendidikan, yaitu kesenjangan mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola sisdiknas, khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, perihal pendidikan dalam globalisasi, dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang perihal perlunya terobosan gres dalam taktik pendidikan guru. Diantaranya dikemukakan tetang pendidikan guru yang profesional untuk menghadapi masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru sebagai manajer pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
Keempat, belahan ini Tilaar mengembukakan pemikirannya perihal fungsi dan kiprah Sisdiknas sebagai belahan dari taktik pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya yaitu menenagi administrasi pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah satu dilema pendidikan yang kita hadapi cendekia balig cukup akal ini yaitu rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai perjuangan telah dilakukan, antara lain memlalui banyak sekali training dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu administrasi sekolah. Namun demikian, banyak sekali indikator mutu pendidikan belum mengatakan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, mengatakan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari banyak sekali pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang mengakibatkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional memakai pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa forum pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diharapkan dalam acara produksi tersebut, maka forum ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang adakala kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk menyebarkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, kiprah serta masyarakat, khususnya orang renta siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat sumbangan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang renta siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya yang kini sedang dikembangkan yaitu reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui administrasi sekolah (School Based Management). Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management sanggup didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara berdikari oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara pribadi dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS yaitu otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai target mutu sekolah. Otonomi sanggup diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah yaitu kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan menentukan cara pelaksanaan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan demikian, secara sedikit demi sedikit akan terbentuk sekolah yang mempunyai kemandirian tinggi
Sekian artikel dari mengenai Strategi Pendidikan Nasional, yang sanggup kalian jadikan pola untuk belajar.
Lihat juga:
Kumpulan Artikel Tentang Pendidikan