Makalah: Pembelajaran Matematika Realistik (Rme)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Matematika yaitu salah satu ilmu dasar, yg semakin dirasakan interkasinya dengan bi&g-bi&g ilmu lainnya ibarat ekonomi & teknologi. Peran matematika dalam interaksi ini terletak pada struktur ilmu & perlatan yg digunakan. Ilmu matematika kini ini masih banyak dipakai dalam banyak sekali bi&g ibarat bi&g industri, asuransi, ekonomi, pertanian, & di banyak bi&g sosial maupun teknik. Mengingat peranan matematika yg semakin besar dalam tahun-tahun mendatang, tentunya banyak sarjana matematika yg sangat dibutuhkan yg sangat terampil, kamul, kompeten, & berwawasan luas, baik di dalam disiplin ilmunya sendiri maupun dalam disiplin ilmu lainnya yg saling menunjang. Untuk menjadi sarjana matematika tidaklah mudah, harus benar-benar serius dalam belajar, selain harus berguru matematika, kita juga harus mempelajari bi&g-bi&g ilmu lainnya. Sehingga, kalau sudah menjadi sarjana matematika yg dalam segala bi&g bisa, maka sangat gampang untuk mencari pekerjaan.

Kata matematika berasal dari kata “mathema” dalam bahasa Yunani yg diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan / belajar.” Disiplin utama dalam matematika di dasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah, & memprediksi insiden dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bi&g matematika yaitu studi wacana struktur, ruang, & perubahan2. Pelajaran wacana struktur yg sangat umum dimulai dalam bilangan natural & bilangan bulat, serta operasi aritmatikanya, yg semuanya dijabarkan dalam aljabar dasar. Sifat bilangan lingkaran yg lebih mendalam dipelajari dalam teori bilangan. Ilmu wacana ruang berawal dari geometri. Dan pengertian dari perubahan2 pada kuantitas yg sanggup dihitung yaitu suatu hal yg biasa dalam ilmu alam & kalkulus.

Dalam perdagangan sangat berkaitan erat dengan matematika alasannya dalam perdagangan niscaya akan ada perhitungan, di mana perhitungan tersebut cuilan dari matematika. Secara tidak sadar ternyata semua orang menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari ibarat kalau ada orang yg se&g membangun rumah maka niscaya orang tersebut akan mengukur dalam merampungkan pekerjaannya itu. Oleh alasannya itu matematika sangat mempunyai kegunaan sekali dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu karakteristik matematika yaitu mempunyai objek yg bersifat ajaib ini sanggup mengakibatkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa wacana konsep sangat lemah.

“Menurut Jenning & Dunne (1999) menyampaikan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real.” Hal ini yg mengakibatkan sulitnya matematika bagi siswa yaitu alasannya dalam pembelajaran matematika kurang bermakna, & guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan bagan yg telah dimiliki oleh siswa & siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata, anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting dilakukan biar pembelajaran matematika bermakna.

Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak berguru matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa & tidak sanggup mengaplikasikan matematika. Salah satu pembelajaran matematika yg berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari & menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari yaitu pembelajaran matematika realistik.

Pembelajaran matematika relaistik pertama kali diperkenalkan & dikembangkan di Belkamu pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pembelajaran matematika harus bersahabat dengan anak & kehidupan positif sehari-hari.

Biasanya ada sebagian siswa yg menganggap berguru matematika harus dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus berguru dengan ekstra keras. Hal ini menimbulkan matematika ibarat “monster” yg mesti ditakuti & malas untuk mempelajari matematika. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu diantara mata pelajaran yg diujikan dalam ujian nasional yg merupakan syarat bagi kelulusan siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama maupun SMA, ketakutan siswa pun makin bertambah. Akibat dari pemikiran negatif terhadap matematika, perlu kiranya seorang guru yg mengajar matematika melaksanakan upaya yg sanggup buat proses berguru mengajar bermakna & menyenangkan. Ada beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan siswa terhadap matematika.

Salah satunya dengan cara pembelajaran matematika realistik dimana pembelajaran ini mengaitkan & melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman positif yg pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta menimbulkan matematika sebagai acara siswa. Dengan pendekatan RME tersebut, siswa tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi berhu.bungan dengan perkara situasi positif yg ada dalam pikiran siswa. Makara siswa diajak berfikir bagaimana merampungkan perkara yg mungkin / sering dialami siswa dalam kesehariannya.

Pembelajaran kini ini selalu dilaksanakan di dalam kelas, dimana siswa kurang bebas bergerak, cobalah untuk memvariasikan seni administrasi pembelajaran yg berhu.bungan dengan kehidupan & lingkungan sekitar sekolah secara langsung, sekaligus mempergunakannya sebagai sumber belajar. Banyak hal yg bisa, kita jadikan sumber berguru matematika, yg penting pilihlah topik yg sesuai contohnya mengukur tinggi pohon, mengukur lebar pohon & lain sebagainya.

Siswa lebih baik mempelajari sedikit materi hingga siswa memahami, mengerti materi tersebut dari pada banyak materi tetapi siswa tidak mengerti tersebut. Meski banyak tuntutan pencapaian terhadap kurikulum hingga daya serap namun dengan alokasi yg terbatas. Makara guru harus memberanikan diri merampungkan siswa dalam berguru sebelum ke materi selanjutnya alasannya hal ini dimaksudkan biar tidak terjadi kesalahpahaman siswa dalam berguru matematika.
Kebanyakan siswa, berguru matematika merupakan beban berat & membosankan, jadinya siswa kurang termotivasi, cepat bosan & lelah. Adapun beberapa cara yg sanggup dilakukan untuk mengatasi hal di atas dengan melaksanakan penemuan pembelajaran. Beberapa cara yg sanggup dilakukan antara lain memperlihatkan kuis / teka-teki yg harus ditebak baik secara berkelompok /pun individu, memperlihatkan permainan di kelas suatu bilangan & sebagainya tergantung kreativitas guru. Makara untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran matematika harus dihubungkan dengan kehidupan positif yg terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Penulisan
Suatu pembelajaran matematika tidaklah sulit, ada cara untuk mempermudah dalam berguru matematika yaitu dengan cara Pembelajaran Matematika Realistik. Dimana pembelajaran ini menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk mempermudah siswa dalam berguru matematika sanggup menggunakan dalam pembelajaran matematika realistik.
2. Guru dalam memberikan materi harus mempunyai seni administrasi dalam pembelajaran matematika, biar siswa tidak bosan dalam pembelajaran matematika.
3. Supaya siswa mengetahui betapa menyenangkan mempelajari matematika.
4. Untuk mengetahui lebih terang lagi wacana pembelajaran matematika realistik.
5. Untuk memaparkan secara teori pembelajaran matematika realistik.
6. Untuk pengimplementasian pembelajaran matematika realistik.
7. Kaitan antara pembelajaran matematika realistik dengan pengertian.

1.3 Pertanyaan Penulisan
1. Apa yg dimaksud dengan pembelajaran matematika realistik?
2. Bagaimana cara seni administrasi seorang guru dalam pembelajaran matematika biar siswa menyukai pembelajaran matematika?
3. Kenapa matematika tidak disukai oleh siswa?
4. Karakteristik apa saja yg ada dalam RME?
5. Mengapa siswa selalu lupa dengan konsep yg telah dipelajari?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Matematika Realistik (MR)
Matematika realistik yg dimaksudkan dalam hal ini yaitu matematika sekolah yg dilaksanakan dengan menemaptkan realitas & pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik dipakai sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika / pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika. Dan siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan perkara sehari-hari. Karakteristik RME memakai: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi & kontruksi siswa, interaktif & keterkaitan. (Trevers, 1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998). Di sini akan mencoba menjelaskan wacana karakteristik RME.
a. Menggunakan konteks “dunia nyata” yg tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi juga sebagai daerah untuk mengaplikasikan kembali matematika. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yg nyata, sehingga siswa sanggup menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses pencarian (inti) dari proses yg sesuai dari situasi positif yg dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa sanggup menyebarkan konsep yg lebih komplit. Kemudian siswa juga sanggup mengaplikasikan konep-konsep matematika ke bi&g gres & dunia nyata. Oleh alasannya itu untuk membatasi konsep-konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari & penerapan matematika dalam sehari-hari.

b. Menggunakan model-model (matematisasi) istilah model ini berkaitan dengan model situasi & model matematika yg dikembangkan oleh siswa sendiri. Dan berperan sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi ajaib / dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa buat model sendiri dalam merampungkan masalah. Model situasi merupakan model yg bersahabat dengan dunia positif siswa. Generalisasi & formalisasi model tersebut. Melalui kebijaksanaan sehat matematika model-of akan bergeser menjadi model-for perkara yg sejenis. Pada hasilnya akan menjadi model matematika formal.

c. Menggunakan produksi & konstruksi streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melaksanakan refleksi pada cuilan yg mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi formal siswa yg berupa mekanisme pemecahan perkara konstekstual merupakan sumber wangsit dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

d. Menggunakan interaktif. Interaktif antara siswa dengan guru merupakan hal yg fundamental dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, dipakai untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

e. Menggunakan keterkaitan dalam pembelajaran matematika realistik. Dalam pembelajaran ada keterkaitan dengan bi&g yg lain, jadi kita harus memperhatikan juga bi&g-bi&g yg lainnya alasannya akan besar lengan berkuasa pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika biasanya diharapkan pengetahuan yg kompleks, & tidak hanya aritmatika, aljabar, / geometri tetapi juga bi&g lain.

2.2 Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik merupakan teori berguru mengajar dalam pendidikan matematika. Teori pembelajaran matematika realistik pertama kali diperkenalkan & dikembangkan di Belkamu pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Freudenthal beropini bahwa matematika harus diartikan dengan realita & matematika merupakan acara manusia. Dari pendapat Freudenthal memang benar alangkah baiknya dalam pembelajaran matematika harus ada hu.bungannya dengan kenyataan & kehidupan sehari-hari. Oleh alasannya itu insan harus diberi kesempatan untuk menemukan ide & konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Matematika harus bersahabat dengan anak & kehidupan sehari-hari. Upaya ini dilihat dari banyak sekali situasi & persoalan-persoalan “realistik”. Realistik ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas pada realitias tetapi pada sesuatu yg sanggup dibaygkan.

Adapun berdasarkan pan&gan konstruktifis pembelajaran matematika yaitu memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran matematika guru memang harus memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri & guru terus memantau / mengarahkan siswa dalam pembelajaran walaupun siswa sendiri yg akan menemukan konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus mendampingi siswa dalam pembelajaran matematika.

Menurut Davis (1996), pan&gan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada:
1. Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi / akomodasi.
2. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.
3. Informasi gres harus dikaitkan dengan pengalamannya wacana dunia melalui suatu kerangka logis yg mentransformasikan, mengorganisasikan, & menginterpretasikan pengalamannya.
4. Pusat pembelajaran yaitu bagaimana siswa berpikir, bukan apa yg mereka katakan / tulis.

Pendapat Davis tersebut, dalam pembelajaran matematika siswa mempunyai pengetahuan dalam berpikir melalui proses kemudahan & siswa juga harus sanggup merampungkan perkara yg akan dihadapinya. Siswa mengetahui informasi gres dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari secara logis, dalam pembelajaran ini harus bisa, memahami & berpikir sendiri dalam merampungkan perkara tersebut, jadi tidak tergantung kepada guru, siswa juga sanggup mempunyai cara tersendiri untuk merampungkan masalah.

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yg menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow & Taylor, 1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) & scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sebenarnya yg didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan perkara secara berdikari & tingkat perkembangan potensial yg didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan perkara di bawah bimbingan orang remaja / melalui kolaborasi dengan sobat sejawat yg lebih mampu. Scraffolding merupakan pemberian sejumlah sumbangan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi sumbangan & memberi kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yg semakin besar sehabis ia sanggup melakukannya (Slavin, 1997). Makara Zone of Proximal Development ini ada siswa yg merampungkan perkara secara sendiri, & ada siswa yg merampungkan perkara harus dengan persetujuan orang dewasa. Se&gkan scraffolding mempunyai tahap-tahap pembelajaran, dalam pembelajaran awal siswa dibantu, tapi sumbangan itu bertahap dikurangi. Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk merampungkan perkara sendiri & mempunyai tanggung jawab yg semakin besar sehabis siswa sanggup melakukannya. Scraffolding merupakan sumbangan yg diberikan kepada siswa untuk berguru memecahkan masalah. Bantuan tersebut sanggup berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan perkara ke dalam langkah-langkah pemecahan, memperlihatkan contoh, & tindakan-tindakan lain yg memungkinkan siswa itu berguru mandiri.

Prinsip penemuan sanggup diinspirasikan oleh prosedur-prosedur pemcahan informal, se&gkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Ada dua jenis matematisasi diformlasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horizontal & vertikal. Contoh matematisasi horizontal yaitu pengidentifikasian, perumusan, & penvisualisasian perkara dalam cara-cara yg berbeda & pentransformasian perkara dunia real ke dunia matematika. Contoh matematisasi vertikal yaitu representasi hu.bungan-hu.bungan dalam rumus, perbaikan & penyelesaian model matematika, penggunaan model-model yg berbeda & penggeneralisasian. Kedua jenis ini mendapat perhatian seimbang, alasannya kedua matematisasi ini mempunyai nilai yg sama. Berdasarkan matematisasi horizontal & vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik, & realistik.

Pendekatan mekanistik adala pendekatan secara tradisional & didasarkan pada apa yg diketahui & pengalaman sendiri. Pendekatan empiristik yaitu suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan & siswa diharapkan sanggup menemukan sendiri melalui matematisasi horizontal, pendekatan strukturalistik yaitu suatu pendekatan yg menggunakan sistem formal, contohnya dalam pengajaran penjumlahan secara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik yaitu suatu pendekatan yg menggunakan perkara realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui acara matematisasi horizontal & vertilal diharapkan siswa sanggup menemukan konsep-konsep matematika.

Filsafat konstruktivis sosial meman&g kebenaran matematika tidak bersifat adikara & mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan perkara & pengajuan perkara oleh insan (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel & Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio. Siswa berinteraksi dengan guru, & berdasarkan pada pengalaman informal siswa menyebarkan strategi-strategi untuk merespon perkara yg diberikan. Karakteristik pendekatan konstrutivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME. Konsep ZPD & Scraffolding dalam pendekatan konstruktivis sosio, di dalam pembelajaran matematika realistik disebut dengan penemuan kembali terbimbing. Menurut Graevenmeijer (1994) walaupun kedua pendekatan ini mempunyai kesamaan tetapi kedua pendekatan ini dikembangkan secara terpisah. Perbedaan keduanya yaitu pendekatan konstruktivis sosio merupakan pendekatan pembelajaran yg bersifat umum, se&gkan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan khusus yaitu hanya dalam pembelajaran matematika.

2.3 Implementasi pembelajaran Matematika Realistik
Untuk memperlihatkan citra wacana implementasi pembelajaran matematika realistik, contohnya diberikan teladan wacana pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan sanggup diawali dengan pembagian menjadi bilangan yg sama contohnya pembagian kue, biar siswa memahami pembagian dalam bentuk yg sederhana & yg terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami pembagian sehabis siswa memahami pembagian menjadi cuilan yg sama, gres diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa semenjak awal dicekoki dengan istilah pecahan & beberapa jenis pecahan.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, biar sanggup memudahkan siswa dalam berguru matematika, kemudian siswa dengan sumbangan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam perkara sehari-hari / dalam bi&g lain.


2.4 Kaitan Antara Pembelajaran Matematik Realistik dengan Pengertian
Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajarkan matematika senantiasa terlontar kata “bagaimana, apa mengerti?” siswa pun buru-buru menjawab mengerti. Siswa sering mengeluh, ibarat berikut,”pak…pada ketika di kelas saya mengerti klarifikasi bapak,tetapi begitu hingga dirumah saya lupa,”/” pak…pada ketika dikelas saya mengerti teladan yg bapak berikan, tetapi saya tidak bisa, merampungkan soal-soal latihan”.

Apa yg dialami oleh siswa pada ilustrasi diatas memperlihatkan bahwa siswa belum mengerti / belum mempunyai pengetahuan konseptual. Siswa yg mengerti konsep sanggup menemukan kembali konsep yg mereka lupakan.

Mitzell(1982) menyampaikan bahwa, hasil berguru siswa secara eksklusif dipengaruhi oleh pengalaman siswa & faktor internal. Pengalaman berguru siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna / terjadi kaitan antara informasi gres dengan jaringan representasi, maka siswa akan mendapat suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak sanggup mengaplikasikan prosedur, konsep, /pun proses. Dengan kata lain, matematika dimengerti bila representasi mental yaitu cuilan dari jaringan representasi (Hieber & carpenter,1992). Matematika bukan hanya dimengerti tapi harus benar-benar memahami dilema yg se&g dihadapi. Umumnya semenjak belum dewasa orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari mereka menyebarkan ide-ide yg lebih kompleks, contohnya wacana bilangan, pola, bentuk, data, ukuran,& sebagainya. Anak sebelum sekolah berguru ide matematika secara alamiah. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa tiba kesekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yg siap diisi dengan apa saja. Pembelajaran disekolah akan lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan apa yg telah diketahui anak. Pengertian siswa wacana ide matematika sanggup dibangun melalui sekolah, kalau mereka secara aktif mengaitkan dengan pengetahuan mereka. Hanna & yackel (NCTM,2000) menyampaikan bahwa berguru dengan pengertian sanggup ditingkatkan melalui interaksi kelas & interaksi sosial sanggup dipakai untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide & mengorganisasikan pengetahuan kembali. Dalam pembelajaran guru haruslah berinteraksi dengan siswa, biar siswa lebih gampang memahami apa yg telah diajarkan, tentunya dalam pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan positif untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Pembelajaran matematika realistik memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali & memahami konsep-konsep matematika berdasarkan pada perkara realistik yg diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam perkara memungkinkan siswa menggunkan cara-cara informal untuk merampungkan masalah. Cara-cara informal siswa yg merupakan produksi siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali & memahami konsep. Hal ini berarti informasi yg diberikan kepada siswa telah dikaitkan dengan bagan anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan bagan anak akan menjadi lebih kuat. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan mempunyai donasi yg sangat tinggi dengan pengertian siswa.


Download File Ms.Word Lebih Lengkap

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel