Makalah Persaingan Teknologi Komunikasi


PERBANDINGAN CDMA DAN GSM
1.1. Pendahuluan
Masyarakat mulai mencicipi manfaat kompetisi di sektor telekomunikasi dan persaingan teknologi serta persaingan bisnis antar-operator memberi alternatif pilihan yang menguntungkan. Dengan masuknya Telkomflexi yang berbasis teknologi CDMA (code division multiple access), maka kini masyarakat sanggup menikmati layanan telepon seluler dengan tarif telepon tetap PSTN. Kaprikornus telepon seluler bukan barang glamor lagi.
Dalam menangani persaingan ini, peranan dan konsistensi regulator benar diuji. Yaitu bagaimana kebijakan dan budi regulasi sektor telekomunikasi untuk mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan para pemain bisnis.
1.2. Permasalahan
Permasalahan utama pemerintah selama ini yakni bagaimana mempercepat penambahan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Kepadatan telepon (teledensitas) hingga dikala ini gres 3,7 persen, atau rata-rata tiga telepon di antara seratus penduduk. Tentunya angka ini akan lebih kecil lagi untuk di daerah-daerah pedesaan atau kawasan terpencil yang bisa hanya mencapai 0,01 persen saja. Diperlukan terobosan-terobosan teknologi dan regulasi untuk mendongkrak angka teledensitas Indonesia yang sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.
Di Indonesia, liberalisasi bisnis seluler dimulai semenjak tahun 1995, dikala pemerintah mulai membuka kesempatan kepada swasta untuk berbisnis telepon seluler dengan cara kompetisi penuh. Bisa diperhatikan, bagaimana ketika teknologi GSM (global system for mobile) tiba dan menggantikan teknologi seluler generasi pertama yang sudah masuk sebelumnya ke Indonesia menyerupai NMT (nordic mobile telephone) dan AMPS (advance mobile phone system).
Teknologi GSM lebih unggul, kapasitas jaringan lebih tinggi, alasannya yakni efisiensi di spektrum frekuensi. Sekarang, dalam kurun waktu hampir satu dekade, teknologi GSM telah menguasai pasar dengan jumlah pelanggan lebih dari jumlah pelanggan telepon tetap. Tren ini akan berjalan terus alasannya yakni di samping fitur-fiturnya lebih menarik, telepon seluler masih merupakan prestise, khususnya bagi masyarakat Indonesia.
Namun, hingga dikala ini telepon seluler masih merupakan barang mewah, tidak semua lapisan masyarakat bisa menikmatinya. Tarifnya masih sangat tinggi dibandingkan dengan telepon tetap PSTN (public switched telephone network), baik untuk komunikasi lokal maupun SLJJ (sambungan eksklusif jarak jauh), ada yang mencapai Rp 4.500 per menit flat rate untuk komunikasi SLJJ.
Namun, berapa pun tarif yang ditawarkan operator seluler GSM, alasannya yakni tidak ada pilihan lain, apa boleh buat, diambil juga. Terutama alasannya yakni telepon PSTN tidak bisa diharapkan. Jadi, masuknya CDMA menjanjikan solusi teknologi yang hemat untuk memenuhi kewajiban pemerintah dalam mempercepat penambahan PSTN. Apalagi, CDMA tiba dengan teknologi seluler 3G, yang memperlihatkan fitur-fitur yang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi GSM. Keunggulan ini sekaligus sanggup memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat modern.
Mengapa CDMA bisa murah?
Suatu kali seorang mahasiswa di lift tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu dan saya hanya berkometar, jangan-jangan GSM yang kemahalan. CDMA tiba dengan harga 200 dollar AS per SST (satuan sambungan telepon), jauh lebih murah dibandingkan dengan teknologi susukan lainnya selama ini di Indonesia sehingga PT Telkom berani mengatakan tarif murah. Padahal, CDMA lebih canggih dan lebih unggul dibandingkan dengan GSM.
Kalau begitu, perlu dipertanyakan kembali bagaimana sesungguhnya iklim bisnis seluler GSM selama ini termasuk pemain-pemain yang berperan dibalik semua itu. Mulai dari vendor, operator, dan regulator, siapakah yang paling diuntungkan, meski yang terang bukan masyarakat sebagai konsumen.
Apalagi jikalau diperhatikan sketsa kolaborasi antara vendor dengan para operator dalam teladan pengadaan atau pembelian teknologi. Pedihnya lagi, adakah transfer teknologi yang berarti buat negara kita? Sudah hampir satu dekade, vendor- vendor teknologi jaringan GSM masuk dan berbisnis di Indonesia, kenyataannya kita hanya dijadikan pembeli dan pemakai teknologi semata.
Sekarang dengan masuknya teknologi CDMA dari kubu lain dengan pelaku bisnis gres apakah itu dari Amerika, Jepang, Korea, atau Cina, diperlukan iklim bisnisnya akan lebih terbuka. Perlu dicermati apakah ada itikad baik pemain gres itu untuk meningkatkan pemberdayaan sumber daya insan kita.
Tentu pemerintah dan para operator harus mempunyai kekuatan perundingan yang kuat, jangan hingga mereka tiba dengan sederet undangan dan syarat untuk memudahkan mereka berbisnis, sementara kita tidak tahu mau minta apa kepada negara mereka. Meskipun kita tak mempunyai keunggulan kompetitif dalam teknologi ini, tetapi potensi pasar yang menjanjikan, bisa dijadikan kekuatan tawar, contohnya untuk memperjuangkan transfer teknologi yang nyata. Hal lain yang perlu dicermati yakni jangan hingga terjadi ketergantungan pada satu atau dua vendor menyerupai pengalaman kita terdahulu dengan Siemens.
Dari aspek teknologi, baik GSM atau CDMA merupakan standar teknologi seluler digital, hanya bedanya GSM dikembangkan oleh negara-negara Eropa, sedangkan CDMA dari kubu Amerika dan Jepang. Tetapi perlu diperhatikan bahwa teknologi GSM dan CDMA berasal dari jalur yang berbeda sehingga perkembangan ke generasi 2,5G dan 3G berikutnya akan berbeda terus menyerupai bisa dilihat pada skema.
Oleh alasannya yakni itu, kita harus hati-hati menentukan teknologi. Ketika kita menentukan CDMA, maka selanjutnya harus mengikuti jalur up-grade CDMA terus. Perlu diingat, up-grade jaringan dalam satu jalur teknologi akan lebih praktis dan lebih murah dibandingkan migrasi ke teknologi lain.
Kinerja jaringan merupakan kriteria berikutnya yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi. Kinerja jaringan seluler sangat tergantung efisiensi pemakaian spektrum frekuensi dan sensivitas terhadap interferensi alasannya yakni spektrum frekuensi merupakan sumber daya yang sangat terbatas.
Untuk meningkatkan efisiensi spektrum frekuensi, maka dilakukan teknik penggunaan kembali frekuensi re-used, mempergunakan kembali frekuensi yang sama pada sel lainnya pada jarak tertentu supaya tidak terjadi interferensi. Teknologi CDMA mempunyai kapasitas jaringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi GSM dan frekuensi yang sama sanggup dipergunakan pada setiap sel yang berdekatan atau bersebelahan sekalipun.
Teknologi CDMA didesain tidak peka terhadap interferensi. Di samping itu, sejumlah pelanggan dalam satu sel sanggup mengakses pita spektrum frekuensi secara bersamaan alasannya yakni mempergunakan teknik pengkodean yang tidak bisa dilakukan pada teknologi GSM.
Mobilitas terbatas
Mobilitas merupakan keunggulan utama teknologi seluler dibandingkan telepon tetap. Setiap pelanggan sanggup mengakses jaringan untuk melaksanakan komunikasi dari mana saja dan di sini letak perbedaan dengan telepon tetap.
Konsep desain teknologi seluler menjamin mobilitas setiap pelanggan untuk melaksanakan komunikasi kapan pun dan di mana pun ia berada. Kaprikornus dari aspek teknologi, tidak ada batasan mobiltas pelanggan bahkan jelajah (roaming) internasional sanggup dilakukan.
Kalau dilakukan pembatasan, apalagi jikalau dibatasi penggunaan teknologi itu hanya dalam satu sel, pelanggan hanya bisa melaksanakan komunikasi atau mempergunakan teleponnya dalam kawasan cakupan BTS (base transceiver station) di mana ia berlangganan.
Untuk Jakarta tentu sangat tidak efektif dan tidak efisien alasannya yakni contohnya pelanggan yang punya rumah di Jakarta Timur, bekerja di Jakarta Pusat, atau belanja ke Glodok, teleponnya sudah tidak bisa dipergunakan. Di samping itu, pembatasan ini bisa dimanfaatkan operator untuk menambah biaya roaming antarsel yang tentu akan merugikan, mempersulit, atau membodohi masyarakat. Jangan hingga alasannya yakni persaingan bisnis para operator kemudian masyarakat dikorbankan. Jika pembatasan tetap ingin dilakukan, tentu perlu dipikirkan batasan yang wajar. Misalnya, batasan cakupan mencakup Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).
Kejadian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dihadapi India sekitar tahun 2000 ketika para operator GSM khawatir bisnis mereka terancam dikala CDMA masuk. Pemerintah mengatakan izin teknologi seluler CDMA-WLL dioperasikan untuk mempercepat infrastruktur PSTN mereka, untuk mencapai sasaran 7 persen teledensitas pada tahun 2005 mendatang. Sampai sekarang, Pemerintah India tetap konsisten mempertahankan teknologi CDMA, dengan mobilitas tetap dibatasi, tetapi kawasan cakupan cukup luas yaitu kira-kira satu provinsi.
1.3. Pembahasan
Menghadapi persaingan bisnis yang makin sengit dan siklus serta persaingan teknologi yang makin cepat, dalam menentukan kebijakan dan kebijaksanaannya, regulator harus melihat dari segala sudut pandang dengan suatu kajian yang komprehensif, tidak parsial. Dan yang lebih penting lagi, harus bisa mengantisipasi segala perubahan yang mungkin terjadi supaya tidak ketinggalan terus.
Dengan adanya konvergensi teknologi telekomunikasi dengan teknologi informasi, kebijakan lisensi seharusnya tidak lagi tergantung teknologi maupun jasa. Setiap operator bebas menentukan teknologi yang paling hemat dan cocok untuk meningkatkan daya saing mereka, biar bisa memperlihatkan jasa kepada masyarakat dengan tarif yang rendah. Regulator benar-benar harus independen, tidak memihak kepada teknologi atau vendor mana pun.
Lebih jauh lagi, liberalisasi sektor ini menuntut regulator untuk menjaga kesinambungan layanan kepada masyarakat, jangan hingga terjadi cherry picking yang mungkin dilakukan oleh pemain-pemain baru. Saat mereka terjepit, mereka begitu saja berangkat tanpa mempunyai tanggung jawab moral kepada masyarakat.
Biasanya kasus ini terjadi pada negara-negara berkembang di mana aturan dan regulasi masih sangat lemah, menyerupai pernah terjadi di India sehingga langkah-langkah strategis perlu dipersiapkan baik oleh regulator maupun operator. Misalnya untuk mengantisipasi persaingan, sebaiknya operator GSM mulai memikirkan alternatif solusi teknologi apakah up-grade atau migrasi.

1.3. Kesimpulan Dan Saran
Oleh alasannya yakni itu, tugas pemerintah dan regulator tetap sangat dibutuhkan untuk menjaga kepentingan masyarakat suatu negara terutama dalam masa transisi dari monopoli ke kompetisi. Bagi negara kita, yang hingga dikala ini hanya jadi pembeli dan pemakai teknologi tersebut, tentu harus pintar- pandai menentukan teknologi yang paling hemat dan cocok dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat.
Jangan hingga terpaku pada suatu teknologi atau pada satu-dua vendor saja. Kita harus bisa mobile secara bebas, tidak limited mobility.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel