Pemikiran Metodologi Studi Islam


Perkembangan Pemikiran Pada Masa Ilmu Kalam



Disusun Oleh:

Nama
NPM
Prodi
Kelas








SEKOLAH TINGGI ONLINE ISLAM NEGERI
(STOIN) INDONESIA
2009 
1. KHAWARIJ
Kata khawarij berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Khawarij secara istilah yaitu golongan yang awalnya setia kepada AliBin Abi Thalib lalu keluar dan tidak mendukung Ali lagi.
Golongan ini muncul semenjak terjadinya perang Siffin, yaitu perang saudara antara pengikut AliBin Abi Thalib dan pemberontak yang dipimpin Muawiyyah. Peperangan itu berakhir dengan genjatan senjata, untuk mengadakan pertolongan antara kedua belah pihak. Namun diantara pengikut khalifah Ali Bin Thalib tidak baiklah dengan genjatan senjata tersebut. Mereka keluar dari kelompok Ali BinAbi Thalib dan menciptakan kelompok sendiri yang dinamakan Khawarij, yaitu kelompok orang yang tidak puas dengan kebijakan khalifah bin abi thalib. Kelompok khawarij ini jadinya menentang kelompok Ali dan Muawiyyah.
Golongan khawarij menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib yaitu pemimpin yang tidak tegas dalam mengambil perilaku dan keputusan dalam membela kebenaran.
Golongan ini menganggap setia umat Muhammad yang berbuat dosa besar dan hingga meninggal belum bertaubat, maka mereka dianggap mati kafir dan abadi didalamnya neraka, dan diperbolehkannya tidak menaati aturan-aturan seorang kepala Negara yang dzalim dan pengkhianat
Khawarij berkembang kurang lebih selama dua abad, lalu pecah menjadi 20 golongan sebelum jadinya sirna. Tinggal namanya saja ditelan zaman. Dan hingga ketika ini golongan khawarij sudah tidak ada lagi.

2. MURJI’AH
Kata murji’ah secara harfiah berarti golongan yang menangguhkan; yang dimaksud ialah menangguhkan evaluasi kepada orang mukmin yang melaksanakan dosa besar kelak diakhirat, diserahkan kepada Allah sendiri yang akan memberi putusan menjadi kafir atau tetap mukmin. MurjiaH merupakan satu aliran yang muncul di Damsyik, ibu kota kerajaan Umayyad, disebabkan oleh beberapa efek masehi pada masa pertengahan kedua dari era pertama Hijrah. Nama ini diambil dari kata “Arja’a, Yurji’u, Irja’an” yang berarti mengundurkan setiap hokum dan eksekusi ke hari kemudian. Mak seseorang tidak bersalah dan tetap berada dalam keamanan yang utuh dan apapun yang dilakukannya tidaklah mengganggu kedudukannya sebagai seorang muslim yang penuh keimanan. Ia mungkin insan yang berdosa, tetapi soal ini yaitu natara dia dan Allah. Namun insan lain tidak perlu campur tangan dan menjatuhkan sesuatu hukuman hokum terhadap dirinya.
Van Vloten, seorang orientalis belanda beropini bahwa nama murji’ah ini  diambil dari firman Allah pada Surat Al-Baqarah ayat 106 mempuyai arti sebagai berikut : 
“Dan orang-orang lain itu dimundurkan kepada urusan Allah baik ia melaksanakan azab atas mereka maupun ia beri ampun kepada mereka namun Allah maha mengetahui lagi bijaksana”. (Al-Baqarah:106).

Tekad kepercayaan murjiah ialah “tidak mengkafirkan insan siapapun, sekalipun ia melaksanakan dosa apapun namun ia telah menganut agama islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Keadaan dannasib sesorang itu diserahkan dan dilepaskan kepada Allah semata”. Yakni diundurkan kehari lalu dimana perhitungan atau hisab ada ditangan Allah.

3. MU’TAJILAH
Aliran mutajilah lahir pada masa pemerintahan Bani Umayah. Mutajilah dari kata kerja yakni: “Za’ala, artinya: berpisah. Mereka yaitu pengikut dari Abul Husain Wahil bin ‘Atha yang memisahkan diri dari gurunya yang berjulukan Hasan Basri.
Masalah pertama yang menjadikan mereka berpisah dari Hasan Basri ialah maslaah “murtakibil kabirah” yakni memperbincangkan kedudukan orang yang melaksanakan dosa besar. Persoalan ini muncul pada suatu ketika seorang berjulukan Washil bin ‘Atha berada di majlis kuliah gurunya berjulukan Hasan. Didalam kesempatan ini Washil beropini bahwa orang yang melaksanakan dosa besar yaitu yasik, yakni: suatu posisi yang berada diantara dua keadaan: orangg itu bukan mukmin juga bukan kafir.
Salam kaitan ini dijelasakan pula bahwa pada suatu waktu tiba seorang menanyakan soal kepada sang guru. Pertanyaan itu ialah: “bila seorang beriman meningal dunia sedangkan ia pernah berbuat dosa besar, maka dimana ia ditempatkan oleh Allah diakhirat nanti? Disurga atau dineraka?
Sang murid mendengar soal itu berdiri dan menjawab insan yang demikian ditempatkan diantara nirwana dan neraka, pendapatnya ini berlainan dengan pendapat gurunya lantaran pendapat ini ia mengasingkan diri dan mengadakan kawasan sendiri untuk mengajarkan pengikutnya, oleh lantaran pengasingan ini ia pun dinamakan “mutajilah” dan alirannya dinamakan mutajilah.
Menurut kaum mutajilah sumber pengetahuan yang paling utama yaitu akal. Sedangkan wahyu berfungsi mendukung kebenaran akal. Menurut mereka apabila terjadi kontradiksi antara ketetapan nalar dan ketentuan wahyu maka yang diutamakan yaitu “ketetapan akal”. Adapaun ketentuan wahyu lalu ditajwilkan sedemikian rupa semoga sesuai dengan ketetapan akal, atas dasar inilah orang beropini bahwa timbulnya aliran mutajilah merupakan lahirnya aliran rasionalisme didalam islam.
Penganut aliran mutajilah dijuluki “Ahlut Tauhid wal Adli”sebab aliran ini lebih menonjolkan mengenai ke-Esaan Tuhan dan ke-Adilan Tuhan. Masalah-masalah yang menjadi pemabahasan kaum mutajilah terdiri dari lima pokok dan lima prinsip yakni: Tauhid (ke-Esaan Tuhan); al-Adl (ke-Adilan Tuhan); al-Wa’dul wal wa’td (janji dan nacaman); manzilat dan antara manzilat; dan amarma’ruf nahi munkar.

4. Ahlu Sunnah Wal Jamaah
Dengan sendirinya golongan ini meliputi para ulama mujahidin yang mencari hokum dan eksekusi agama dengan melaksanakan perjuangan yang masuk akal dilakukan dengan menempuh jalan ilmiah islamiah. Yakni kembali kepada pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa yang telah ada semenjak Rosulullah menjurus kepada masa mereka masing-masing. Disamping itu menggunakan dasar-dasar ilmiah islamiah untuk mencari hokum dan eksekusi yang belum didapatkan. Dasar-dasar ini pada umumnya yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits. Selanjutnya ditinjau hasil ijma’ baik ijma para sobat maupun ijma para ulama lainnya.
Bilamana soal ini belum mencapai hasil yang diinginkan, maka disusul dengan ijtihad yang termasuk didalamnya Qias, Isihsan, Maslahah Mursalah, dan Istinbath. Pada umumnya jalan ini untuk menyelamatkan pemikiran dan lebih menjauhkan diri dari kesalahan yang mungkin terjadi disamping menjaga kesatuan umat hingga tidak banyak perselisihan pendapat yang meragukan. Dalam perkembangannya, Ahlu Sunnah Wal Jamaah mempunyai dua aliran yaitu Asy’ariyah dan al-Maturidiyah.

a. Aliran Asy’ariyah
Aliran asy’ariyah yaitu suatu aliran yang muncul, sebagai reaksi terhadap ajaran-ajaran sesat dari aliran theology islam yang telah ada. Aliran ini disebut aliran Asy’ariyah lantaran diambil dari nama imamnya yaitu syekh Abu Ali Asy’ari.
Pada mulanya Abu Asyari yaitu seorang pengikut aliran mutajilah tapi ia kahirnya keluar dari aliran tersebut lantaran dirasakan dalam pandangan aliran mutajilah banyak terdapat kesalahan besar. Banyak yang bertentangan dengan I’tiqad dan kepercayaan nabi Muhammad SAW. Sebagaimana I’tiqad yang tercantum dalam al-Qur;an dan al-Hadits. Oleh karrena itu, maka Asyari dikatakan sebagai pendiri Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Disamping tokoh yang lain yaitu syeikh Abu Mansur Al-Maturidi, adapun alasannya yaitu lain  yang mengakibatkan Asyari keluar dari aliran mutajilah yaitu lantaran percakapan yang dialami kaum muslimin dengan firqoh-firqohnya yang sesat. Dalam hal ini Asyari mengkhawatirkan ur’an dan Hadits akan menjadi korban dari perilaku golongan yang tidak bertanggung jawab (nasionalis dan tekstualis). Oleh lantaran itu Asyari lalu mengambil jalan tengah dengan suatu kecenderungan kembali kepada Qur’an dan Hadits, Nabi Muhammada dan para sahabat-sahabatnya.
Pandangan teologis Asyari meliputi maslaah iman, nalar dan wujud Tuhan, zat dan sifat Tuhan, kalamullah (al-Qur’an), arah dan ru’ayah, kekuatan dan keadilan, serta qadla dan qadar Tuhan.

b. Aliran al-Maturidiya
Seorang teolog islam dalam golongan Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang telah banyak menyumbangkan pikirannya yakni, Abu Mansur Muhammad Ibnu Muhammad al-Maturidi. Beliau dilahirkan di Samarkan yang hidup pada era kesembilan masehi. Abu Mansur telah menciptkan aliran tersendiri yang disebut Al-Mturidiah.
Al-Maturidiah sebagai salah satu paham dalam Ahlu Sunnah Wal Jamaah dalam beberapa segi mempunyai persamaan dengan Asy’ariyah. Walaupun demikian dalam sisi lain antara keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam aliran al-Maturidiah peranan nalar mempunyai kawasan yang penting didalam memahami ajaran-ajaran agama pokok-pokok ajarannya adalah: perbuatan manusia, kedudukan dosa besar, fungsi kaal bagi lairan, mengenai kebangkitan diharu kiamat, sifat Allah mengenai iman. 

5. Aliran Syiah
Golongan syi’ah pada mulanya yaitu pengikut sayyidina Ali. Kemudian berpindah secara otomatis kepada keluarga Ali. Syi’ah beropini bahwa yang berhak menggantikan Nabi Muhammad SAW, sehabis ia yaitu keluarganya (ahlul bait). Sedangkan ahlul bait yang mula-mula berhak yaitu Ali bin Abi Thalib (saudar sepupunya). Beliau juga sebagai menantu Rasulullah SAW. Setelah Ali meninggal yang berhak atas imamah yaitu belum dewasa keturunannya. Imamah berdasarkan kaun syiah yaitu penggalan dari aqidah. Iman kepada imamah merupakan salah satu rukun doktrin berdasarkan kaun syi’ah, imam yaitu ma’shum (terjaga dari kesalahan), seorang imam mempunyai kedudukan tersendiri baik dipandang dari segi keagamaan maupun kemasyarakatan.
Aliran syiah ini, gres lahir pada masa-masa kahir Ali bin Abi Thalib. Sebagai permusuhan yang dilakuakan oleh golongan Amawiyin (Bani Umayah) dank au khawarij terhadap Ali bin Abi Thalib.

a. Syiah Imamiyah
Syiah imamiyah yaitu syiah yang menitik beratkan pada pandangannya perihal imamah. Nama syiah doktrin dua belas didirikan atas bilangan doktrin yang mereka yakini berjumlah dua belas orang imam.
Dua belas imam yang mereka yakini adalah:
1. Al-murthada, lahir tahun 23 sebelum hijrah, wafat 40 H (Abdul Hasan Ali bin Abi Thalib)
2. Azzakiy, lahir tahun 2 H, wafat tahun 50 H (Abu Muhammad Hasan bin Ali).
3. Sayyidussyuhada, lahir tahun 3 H, wafat tahun 61 H.
4. Zainal Abidin, lahir tahun 38 H, wafat tahun 95 H (Abu Muhammad Ali bin Husain).
5. Al-baqi, lahir tahun 57 H, wafat tahun 114 H (Abu Ja’far Muhammad bin Ali)
6. Asshadiq, lahir tahun 83 H, wafat tahun 147 H (Abu Absillah Ja’far bin Muhammad).
7. Al-Kazhim, lahir tahun 128 H, wafat tahun 183 H (Abu Ibrahim Musa bin Ja’far).
8. arridha, lahir tahun 148 H, wafat tahun 203 H (Abdul Hasan Ali bin Musa).
9. Al-jawwad, lahir tahun 195 H, wafat tahun 220 H (Abu Ja’far Muhammad bin Ali).
10. Al-fadi, lahir tahun 212 H, wafat tahun 254 H (Abdul Hasan Ali bin Muhammad).
11. al-askari, lahir tahun 232 H, wafat tahun 260 H (Abu Muhammad bin Ali).
12. Al-mahdi, lahir tahun 256 H, wafat tahun 256 H (Abul Qosim Muhammad bin Hasan).
Syarat-syarat umum berdasarkan syiah imamiyah ialah imam harus ma’sum terpelihara dari sifat-sifat anyir dan tercela, juga harus ma’sum dari kesalahan dan lupa. 
b. Syiah Zaidiyah
Nama syiah zaidiyah ini dinisbatkan kepada imam Zaid bin Ali bin Husain. Sepeninggal Ali bin Husain (Zainal Abidin) golongan syiah ada yang menciptakan putranya yang berjulukan Muhammad Al-Caqri, yang membaiat Zaid sepeninggal ayahnya.
Menurut syiah Zaidiyah yang berhak menduduki jabatan imamah yaitu anak keturunan Fatimah, dengan syarat-syarat berilmu, pemberani dan pemurah , dan menampilakan diri sebagai imam sanggup dinyatakan sebagai imam yang syah.
Ciri khas syiah Zaidiyah yaitu pendiriannya yang membolehkan menciptakan imam dari orang yang kurang utama, padahal orang yang lebih utama ada diantara mereka. Pendirian ini ditujukan kepada keberadaan.
Ali bin Abi Thalib yang dipandang lebih utama dari pada Abu Bakar, Umar dan Utman. Menurut syiah Zaidiyah imamah Abu Bakar, Umar dan Utsman sanggup dipandang syah, meskipun seharusnya yang berhak yaitu Ali bin Abi Thalib. Syiah Zaidiyah tampak lebih moderat daripada paham syiah lainnya terutama apabila berhadapan dengan Ahlu Sunnah wal Jamaah. 
c. Syiah Islamiyah
Syiah islamiyah kepada islam bin Ja’far Ashahdiq. Syiah islamiyah berkeyakinan bahwa imamah terjadi atas dasar nash dan penunjukan, dan bahwa imam yaitu ma’sum sehingga dengan demikian seorang imam niscaya higienis dari dosa dan cela.
Imam syiah islamiyah terdiri dari imam yang tidak mastur dan imam yang mastur. Imam yang tidak matsur sebagai berikut:

1. Ali bin Abi Thalib
2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib
3. Husain bin Ali bin Abi Thalib
4. Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib
5. Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin
6. Ja’far Ashshadiq bin Muhammad Baqir
7. Ismail bin Ja’far Ashshadiq (wafat tahun 145 H) atau Muhammad bin Ismail bin Ja’far Ashshadiq (menghilang tahun 183 H).
Imam yang matsur :
1. Muhammad bin Ismail bin Ja’far Ashshadiq
2. Abdullah ar ridha bin Muhammad bin Ismail
3. Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Ismail
4. Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Ismail
5. Ali bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Ismail
6. Sa’id AlKhiar (Ubaidillah Al-Mahdi Al Qaddahi).



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
1. Khawarij 1
2. Murji’ah 1
3. Mutazilah 2
4. Ahlu Sunnah wal Jamaah 3
a. Aliran Asyariyah 4
b. Aliran Al Maturidiyah 5
5. Aliran Syiah 5
a. Syiah Imamiyah 6
b. Syiah Zaidiyah 7
c. Syiah Ismailiyah 7
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, 1997, Filasafat Islam. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel