Pengertian Dan Pemahaman Perihal Komisi Yudisial
NOMOR 18 TAHUN 2011
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004
TENTANG KOMISI YUDISIAL
Pasal 24B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Komisi Yudisial bersifat sanggup bangun diatas kaki sendiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan memiliki wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta sikap Hakim.
Undang-Undang ini merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial. Perubahan dilakukan dalam upaya menjabarkan "kewenangan lain" sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hal yang terkait dengan upaya penguatan kiprah dan fungsi Komisi Yudisial. Selain itu, perubahan tersebut dilakukan dengan pertimbangan alasannya terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan aturan masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Beberapa pokok materi penting dalam perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial, antara lain:
-
penentuan secara tegas mengenai jumlah keanggotaan Komisi Yudisial;
-
pencantuman Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim sebagai pemikiran Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta sikap hakim;
-
seruan tunjangan oleh Komisi Yudisial kepada pegawanegeri penegak aturan untuk melaksanakan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran instruksi etik oleh Hakim;
-
pemanggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap saksi yang tidak memenuhi panggilan 3 (tiga) kali berturut-turut; dan
-
penjatuhan hukuman baik ringan, sedang, maupun berat, kecuali pemberhentian tetap tidak dengan hormat dilakukan oleh Mahkamah Agung atas usul Komisi Yudisial.
Adapun penjatuhan hukuman berat pemberhentian tidak dengan hormat diusulkan Komisi Yudisial kepada Majelis Kehormatan Hakim.
II.
PASAL DEMI PASAL
Ayat (2)
Penghubung dalam ketentuan ini memiliki kiprah membantu pelaksanaan kiprah Komisi Yudisial.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "mantan hakim" yakni orang yang telah berhenti dari jabatan hakim, baik pada ketika mendaftarkan diri sebagai calon anggota Komisi Yudisial maupun pada ketika diangkat sebagai anggota Komisi Yudisial.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pedoman" dalam ketentuan ini merupakan panduan bagi Komisi Yudisial dalam memilih kelayakan calon hakim agung.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "3 (tiga) kali berturut-turut" yakni 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004
TENTANG KOMISI YUDISIAL
Pasal 24B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Komisi Yudisial bersifat sanggup bangun diatas kaki sendiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan memiliki wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta sikap Hakim.
Undang-Undang ini merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial. Perubahan dilakukan dalam upaya menjabarkan "kewenangan lain" sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hal yang terkait dengan upaya penguatan kiprah dan fungsi Komisi Yudisial. Selain itu, perubahan tersebut dilakukan dengan pertimbangan alasannya terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan aturan masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Beberapa pokok materi penting dalam perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial, antara lain:
-
penentuan secara tegas mengenai jumlah keanggotaan Komisi Yudisial;
-
pencantuman Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim sebagai pemikiran Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta sikap hakim;
-
seruan tunjangan oleh Komisi Yudisial kepada pegawanegeri penegak aturan untuk melaksanakan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran instruksi etik oleh Hakim;
-
pemanggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap saksi yang tidak memenuhi panggilan 3 (tiga) kali berturut-turut; dan
-
penjatuhan hukuman baik ringan, sedang, maupun berat, kecuali pemberhentian tetap tidak dengan hormat dilakukan oleh Mahkamah Agung atas usul Komisi Yudisial.
Adapun penjatuhan hukuman berat pemberhentian tidak dengan hormat diusulkan Komisi Yudisial kepada Majelis Kehormatan Hakim.
II.
PASAL DEMI PASAL
Ayat (2)
Penghubung dalam ketentuan ini memiliki kiprah membantu pelaksanaan kiprah Komisi Yudisial.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "mantan hakim" yakni orang yang telah berhenti dari jabatan hakim, baik pada ketika mendaftarkan diri sebagai calon anggota Komisi Yudisial maupun pada ketika diangkat sebagai anggota Komisi Yudisial.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pedoman" dalam ketentuan ini merupakan panduan bagi Komisi Yudisial dalam memilih kelayakan calon hakim agung.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "3 (tiga) kali berturut-turut" yakni 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.