Sejarah Intelektual Ilmu Pengetahuan Maxsisme

MAKALAH
SEJARAH INTELEKTUAL
ILMU PENGETAHUAN MAXSISME






Disusun Oleh:


Nama        : AINUN NITA RITA SARI
NPM        : 07208761
Prodi        : Pendidikan Sejarah
Semester    : VI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2012


KATA PENGANTAR

Allhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memperlihatkan rahmat dan hidayah-Nya, sehinga penulis sanggup menuntaskan kiprah sejarah intelektual dengan judul “Ilmu Pengetahuan Maxsisme”.
Terselesainya kiprah ini tidak jauh dari pinjaman banyak sekali pihak. Oleh lantaran itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penulis khususnya kepada Dra. Sumiyatun,M.Pd. selaku dosen mata kuliah sejarah yang telah memperlihatkan instruksi dalam menyusun kiprah ini.
Penulis menyadari penyusunan kiprah ini masih jauh dari tepat tetapi tidak mengurangi tujuan penulisan kiprah ini. Mudah-mudahan sanggup menjadi wacana yang bermanfaat dan berkhasiat khususnya bagi calon guru dan umumnya bagi masyarakat luas.

SIDOARJO,        April 2012


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL        i
KATA PENGANTAR        ii
DAFTAR ISI        iii
BAB I  PENDAHULUAN        1
BAB  II  PEMBAHASAN        3
1.    Penafsiran Sejarah Dari Sudut Ekonomi        3
2.    Dinamika Perubahan Sosial        5
3.    Revolusi Satu-Satunya Jalan Keluar        7

BAB I
PENDAHULUAN

Disegenap penjuru dunia yang beradab, ajaran-ajaran Marx ditentang dan diperangi oleh semua ilmu pengetahuan borjuis (baik yang resmi maupun yang liberal), yang memandang Marxisme semacam sekte yang jahat. Tidak sanggup diharapkan adanya perilaku lain, lantaran tidak ada ilmu sosial yang netral dalam suatu masyarakat yang berbasiskan usaha kelas. Lewat satu dan lain cara, semua ilmu pengetahuan borjuis, yang resmi dan liberal, membela perbudakan upahan (wage slavery). Sedangkan marxisme telah jauh-jauh hari menyatakan perang tanpa henti terhadap perbudakan itu. Mengharapkan perilaku netral dari ilmu pengetahuan dalam masyarakat perbudakan upahan ialah bodoh, sama naifnya dengan mengharapkan perilaku netral dari para pemilik pabrik dalam menghadapi pertanyaan apakah upah buruh sanggup dinaikkan tanpa mengurangi laba modal.
Tapi bukan hanya itu. Sejarah filosofi dan sejarah ilmu-ilmu sosial memperlihatkan dengan terang bahwa dalam marxisme tidak terdapat adanya sektarianisme. Tidak terdapat adanya doktrin-doktrin yang sempit dan picik, doktrin yang dibangun jauh dari jalan raya perkembangan peradaban dunia. Sebaliknya, si jenius Marx dengan tepat menempatkan jawaban-jawaban terhadap banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh pikiran-pikiran termaju dari umat manusia. Doktrin-doktrinnya berdiri sebagai kelanjutan pribadi dari ajaran-ajaran besar dalam bidang filosofi, ekonomi-politik, dan sosialisme.
Doktrin-doktrin Marxist bersifat serba guna lantaran tingkat kebenarannya yang tinggi. Juga komplit dan harmonis, serta melengkapi kita dengan suatu pandangan dunia yang integral, yang tidak sanggup dipersatukan dengan banyak sekali macam tahyul, reaksi, atau tekanan dari pihak borjuis. Marxisme merupakan penerus yang sah dari beberapa pemikiran besar umat insan dalam kurun ke-19, yang direpresentasikan oleh filsafat klasik Jerman, ekonomi-politik Inggris dan sosialisme Prancis.
Inilah tiga sumber dari Marxisme, yang akan kita bahas secara ringkas berserta komponen-komponennya. Filsafat yang digunakan Marxisme ialah materialisme. Sepanjang sejarah Eropa modern, dan khususnya pada selesai kurun ke-18 di Prancis, dimana terdapat usaha yang gigih terhadap banyak sekali sampah dari kurun pertengahan, terhadap perhambaan dalam banyak sekali forum dan gagasan, materialisme terbukti merupakan satu-satunya filosofi yang konsisten, benar terhadap setiap cabang ilmu alam dan dengan gigih memerangi banyak sekali bentuk tahyul, penyimpangan dan seterusnya. Musuh-musuh demokrasi selalu berusaha untuk menyangkal, mencemari dan memfitnah materialisme, membela banyak sekali bentuk filosofi idealisme, yang selalu, dengan satu dan lain cara, memakai agama untuk memerangi materialisme.
Marx dan Engels membela filosofi materialisme dengan tekun dan berulangkali menjelaskan bagaimana kekeliruan terdahulu merupakan penyimpangan dari basis ini. Pandangan-pandangan mereka dijelaskan secara penjang lebar dalam karya Engels, Ludwig Feuerbach dan Anti-Duehring, [2] yang mirip hanya Communist Manifesto, merupakan buku-buku pegangan bagi setiap pekerja yang mempunyai kesadaran kelas. Tetapi marx tidak berhenti pada materialisme kurun 18, ia membuatkan lebih jauh, ketingkat yang lebih tinggi. Marx memperkaya materialisme dengan penemuan-penemuan dari filosofi klasik Jerman, khususnya sistem Hegel, yang kemudian mengarah kepada pemikiran Feuerbach.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Penafsiran Sejarah Dari Sudut Ekonomi
Sebelum Marx, sejarah ditafsirkan dengan beberapa cara yang mempunyai corak-ragamnya tersendiri. Sebagaimana orang mencari kunci sejarah dalam berlakunya ketentuan yang Maha Kuasa, dan memandang bentuk perkembangan insan sebagai satu belahan saja dari pembeberan planning Tuhan dengan seluruh alam semesta. Kesukaran pokok dalam penafsiran sejarah dari sudut agama ini terletak pada kenyataan bahwa kemauan Tuhan tidak diketahui dan tidak akan sanggup diketahui oleh insan tuhan hanya satu, konsepsi insan mengenai Tuhan dan rencananya dengan umat insan ialah banyak dan berlainan.
Cara kedua dalam usaha mendekati pengertian wacana sejarah insan yangn besar lengan berkuasa sebelum Marx ialah cara politis. Bagi mereka yang labih menyukai cara ini: maharaja-maharaja, raja-raja, pembuat undang-undang, dan serdadu-serdadu ialah kekuatan-kekuatan yang memilih dalam sejarah. Tulisan-tulisan wacana sejarah, sebagian besar ialah keterangan-keterangan wacana raja-raja, dewan-dewan perwakilan rakyat, peperangan-peperangan, dan perjanjian-perjanjian perdamaian.
Cara pendekatan ketiga yang penting, penafsiran sejarah dari sudut kepahlawanan (yang dipopulerkan pada zaman modern oleh Carlyle). Erat sekali hubungannya dengan pendekatan politis, mengingat sebagian besar dari pahlawan-pahlawan sejarah dunia biasanya dipilih dari raja-raja, jendral-jendral, pembuat undang-undang, pendiri-pendiri negara baru, pelopor-pelopor perombakan, dan kaum revolusioner. Kelemahan pokok cara penafsiran dari sudut kepahlawanan ialah bahwa cara ini terlalu menekankan peranan orang perseorang dengan tidak mengindahkan lingkungan-lingkungan kultural, keagamaan, sosial, dan ekonomi yang lebih luas. Keadaan-keadaan sebagai latar belakang yang bila tidak ada, tidak akan memungkinkan terlaksananya kepemimpinan secara berarti. Meskipun tidak disangsikan lagi kebenarannya bahwa pemimpin membentuk peristiwa, tetapi tidak kurang pula benarnya bahwa insiden membentuk pemimpin.
Cara pendekatan keempat wacana pengertian mengenai sejarah sebelum Marx ialah melalui imbas ide-ide (gagasan-gagasan). Ide-ide dianggap (oleh Hegel, misalnya) sebagai sebab-sebab yang utama bagi timbulnya proses sejarah. Dan kondisi-kondisi materiil (sosial, ekonomi, teknologi, dan militer) masyarakat sesungguhnya dianggap berasal dari dan oleh ide-ide yang besar. Dititikberatkannya ide-ide ini seringkali juga menimbulkan pengertian bahwa sejarah secara progresif berkembang kearah terwujudnya buah-buah pikiran kunci, mirip kebebasan dan demokrasi.
Dalil pokok yang digunakan Marx dalam menganalisa masyarakat ialah penafsiran ekonomisnya tetang sejarah. Produksi barang dan jasa yang membantu insan dalam hidupnya. Dan pertukaran barang-barang dan jasa-jasa ini ialah dari segala proses dan lembaga-lembaga sosial. Marx tidak menuduh bahwa faktor hemat ialah satu-satunya yang penting dalam proses pembentukan sejarah. Ia memang mendakwa bahwa faktor ini ialah yang terpenting sabagai dasar untuk superstruktur kebudayaan, perundang-undangan, dan pemerintahan, diperkuat oleh ideologi-ideologi politik, sosial, keagamaan, kesusastraan, dan artistik yang sejalan. Secara umum, Marx melukiskan kekerabatan diantara kondisi-kondisi materiil kahidupan insan dan ide-ide mereka sebagai berikut: “Bukanlah kesadaran insan yang memilih adanya mereka, akan tetapi sebaliknya. Adanya mereka dalam penghidupan sosiallah yang memilih kesadaran mereka.
Dalam suatu masyarakat tani yang telah jadi, pemilikan tanah akan menjadi kunci bagi pembentukan lembaga-lembaga dan konsepsi-konsepsi, politik, sosial, hukum, dan kebudayaan. Dalam masyarakat semacam itu, manurut Marx, kelas yang mempunyai tanah ialah pemerintah yang bahwasanya dari negara dan masyarakat. Tak peduli apakah ada kekuasaan formal yang berbeda tujuan. Kelas pemilik tanah juga akan memilih ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial yang akan berlaku.

Untuk memperlihatkan sebuah citra yang praktis: penafsiran marxis tetang imperlialisme memperlihatkan lantaran yang utama ialah kepentingan-kepentingan dan pertentangan-pertentangan ekonomi. Peperangan dalam zaman kapitalis ialah puncak dari pertentangan-pertentangan imperialis. Tidak disangkal lagi bahwa imperialisme kuno maupun modern telah terwujud dalam sejarah yang asal-usulnya sanggup diteliti, yakni berasal dari faktor ekonomi. Beberapa pola dari perluasan imperialisme klasik negara-negara kapitalis yang maju mirip Belanda, Inggris, dan Prancis pada kurun ke-13 dan permulaan kurun ke-19 sanggup diselidiki asal-usulnya, yakni terutama kekuatan-kekuatan ekonomi.
2. Dinamika Perubahan Sosial
Sebelum Marx, perubahan pokok dibidang sosial sebagian besar dianggap sebagai perbuatan pemimpin-pemimpin besar politik, pembuatan undang-undang, dan kaum aktivis dalam membuat perubahan-perubahan. Marx menolak kebiasaan untuk meletakkan titik berat pada kekuatan pribadi sebagai kekuatan penggerak yang utama dalam suatu perubahan sosial yang penting, dan mencari keterangannya pada sebab-sebab hemat yang tidak ada hubungannya dengan kepribadian. Dua konsepsi utama yang digunakan Marx sebagai pendekatan dalam perubahan dasar bidang sosial: pertama, kekuatan-kekuatan produksi, dan kedua, kekerabatan produksi. Bentrokan diantara kedua faktor ini merupakan lantaran yang lebih dalam dari perubahan dasar dibidang sosial. Seperti dinyatakan oleh Marx dalam bukunya Critique of Political Economy (1859), “Pada tingkat tertentu dari perkembangan mereka, kekuatan-kekuatan produktif yang berbentuk benda menjadi bertentangan dengan hubungan-hubungan produktif yang ada.
Konsep Marxis mengenai kekuatan-kekuatan produksi menyatakan kekerabatan insan dengan alam, dan sesungguhnya ialah apa yang kita maksudkan remaja ini dengan “knowhow” di lapangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pengertian Marx wacana hubungan-hubungan produksi mengutarakan kekerabatan insan dengan manusia, dan mencakup segala sesuatu dibawah pengertian istilah lembaga-lembaga sosial.
Aspek-aspek hemat suatu masyarakat bagi Marx ialah faktor pokok yang menentukan. Tidaklah heran apabila ia menurunkan derajat insiden umum berupa keterbelakangan diantara pengetahuan dan budi sampai keterbelakangan yang labih khas diantara kekuatan-kekuatan produksi dan hubungan-hubungan produksi.
Demikianlah, untuk memperlihatkan citra yang sesuai dengan pola Marxis: apabila kekuatan-kekuatan produktif gres berkembang dalam rangka kekerabatan produktif pada suatu sistem feodal, berdasarkan Marx, revolusi sosial tidak sanggup dielakkan. Karena kekerabatan produktif feodalisme (hubungan-hubungan hak milik, pengawasan pasar, bea dan tarif dalam negeri, ketidakstabilan di lapangan moneter tidak memungkinkan penggunaan kekuatan-kekuatan produktif yang gres berkembang dari kapitalisme industri.
Yang memilih nasib segala bentuk organisasi ekonomi yang diketahui dalam sejarah, berdasarkan Marx, ialah kenyataan bila kekuatan-kekuatan produktif gres berkembang, hubungan-hubungan produktif yang ada yakni, lembaga-lembaga sosial yang ada merupakan penghalang bagi penggunaan secara wajar. Setiap sistem dengan demikian mungkin menjadi suatu pemborosan potensi-potensi kreatif yang telah berkembang dalam rahimnya, tetapi tidak diberi kesempatan lahir dan tumbuh. Hanya pemilikan alat-alat produksi oleh masyarakat, berdasarkan Marx, sanggup membuat suatu sistem gres dalam hubungan-hubungan produktif berdasarkan produksi untuk penggunaan bersama.
Pandangan Marx bahwa pengetahuan insan wacana alam fisik (“tenaga-tenaga produksi”) tumbuh lebih cepat dari budi dari membuat lembaga-lembaga sosial (“hubungan-hubungan produksi”) ialah teramat pentinga dalam memahami suatu sumber yang memilih bagi ketergantungan dan konflik sosial, baik itu dalam lingkungan maupun diantara bangsa-bangsa. Yang membedakan Marx dar non-Marxis ialah penegasannya bahwa perubahan pokok dibidang sosial yang disebabkan oleh ketinggalan terlalu jauh diantara ilmu pengetahuan yang maju dan lembaga-lembaga sosial yang mundur hanya sanggup dilaksanakan dengan revolusi. Sedangkan non-Marxis menegaskan bahwa perubahan-perubahan yang dibutuhkan sanggup dilaksanakan dengan jalan yang damai.
3. Revolusi Satu-Satunya Jalan Keluar
Dalam Manifesto Komunis, Marx pertanda apa sebabnya revolusi merupakan satu-satunya cara bagi perubahan bentuk yang pokok dibidang sosial. Apabila “knowhow” dilapangan teknologi (“tenaga-tenaga produksi”) mulai mengatasi lembaga-lembaga sosial, aturan dan politik yang ada (“hubungan-hubungan produksi”), para pemilik alat-alat produksi tidak melapangkan jalan secara terhormat untuk membiarkan sejarah mengikuti arah yang mau tidak mau ditempuhnya.
Marx tidak berhasil mendapat pola dalam sejarah saat suatu sistem sosial dan ekonomi yang berpengaruh, secara sukarela mengalah kalah terhadap penggantinya. Berdasarkan anggapan bahwa masa depan itu akan mirip masa yang silam, orang-orang komunis, mirip dikatakan oleh Manifesto Komunis, “Dengan terus terang menyatakan bahwa tujuan mereka hanya sanggup tercapai dengan merombak segala kondisi-kondisi sosial yang ada dengan jalan kekerasan”. Ini ialah salah satu dari prinsip-prinsip yang memilih dari Marxisme-Leninisme. Satu prinsip yang paling terang dan tegas membedakannya dari demokrasi.
Marx tidak mempunyai pandangan yang terang dan terang bagaimana perubahan politik dari kapitalisme ke komunisme akan berlangsung. Meskipun dalam Manifesto Komunis, juga melalui banyak pernyataannya wacana soal tersebut, ia percaya akan perlunya revolusi. Kadang-kadang Marx tidak begitu dogmatik.
Pendapat yang kuno dari Marxisme-komunisme ialah tetap bahwa perubahan dasar dibidang sosial dan ekonomi tidaklah mungkin kecuali dengan peperangan kelas, kekerasan, dan revolusi. Pada permulaan tahun 1830 terjadi dua revolusi besar yang gagal dinilai oleh Marx dengan sewajarnya. Pada tahun 1832, dikeluarkan Reform Act di Inggris.
Tujuan revolusi pada tahun 1848 ialah menegakkan bagi golongan kelas menengah belahan yang masuk akal dibidang kekuasaan sosial dan politik. Hal itu telah dicapai secara tenang oleh golongan kelas menengah di Inggris pada tahun 1832.
Andaikata Marx mengakui secara masuk akal pentingnya faktor polotik, andaikata ia menangkap sepenuhnya kepentingan arti Reform Act di Inggris dan revolusi Jackson di Amerika Serikat, ia akan menginsafi bahwa sosialisme mungkin juga akan sanggup terealisasi tanpa kekerasan di negara-negara yang mempunyai tradisi-tradisi yang demokratis.
Apabila Marx mengakui, kadang kala di negar-negara mirip Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda revolusi kekerasan tidak akan dibutuhkan untuk merubah kapitalisme menjadi masyarakat proletar yang tidak berkelas. Teranglah bahwa persamaan yang ada pada ketiga negara tersebut ialah demokrasi politik yang didukung oleh adat kebiasaan dan lembaga-lembaga demokratis disetiap kekerabatan insan yang bersifat politik maupun tidak.
Diantara tahun 1872 dan 1917, baik Inggris maupun Amerika Serikat memperluas hak pilih dan bergerak secara teratur menuju labih banyak perubahan dibidang politik dan sosial. Hanya setahun sehabis maninggalnya Marx, seorang pemimpin liberal Inggris, Sir William Harcourt, pada tahun 1884 menyampaikan “Kita semua kini ialah kaum sosialis”. Pernyataan ini memperlihatkan diterimanya perubahan pokok dilapangan sosial dan ekonomi oleh semua partai.
Catatan sejarah pada tahun 1872-1917 bahwasanya kelihatan bertentangan dengan doktrin Lenin. Maka, dianggap perlu untuk menulis sejarah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel