Solusi Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia
Berikut ulasan mengenai Solusi Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia. Silahkan disimak!
Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Katolik dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, alasannya yaitu ia akan sanggup mengungkapkan sisi-sisi lain kekerabatan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara tenang di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir sanggup dipastikan, perjumpaan Katolik dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang sanggup hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya.
Bersikap Optimis
Walaupun banyak sekali kendala menghadang jalan kita untuk menuju perilaku terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, aku kira kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya menyebarkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan. Paling tidak ada tiga hal yang sanggup menciptakan kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga obrolan antaragama, semakin merebak dan berkembang di banyak sekali universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di banyak sekali akademi tinggi agama, IAIN dan Seminar misalnya, di universitas umum menyerupai Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun gres seumur jagung, hal itu sanggup menjadi menunjukan dan sekaligus cita-cita bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada balasannya lebih manusiawi.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif gres dalam melihat kekerabatan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin kekerabatan yang lebih bersahabat dan memecahkan banyak sekali masalah keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita cukup umur ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama hingga ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umatnya.
Ketiga, masyarakat kita bahwasanya semakin cukup umur dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi gampang disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi sasaran dan tujuan politik tertentu. Adalah kiprah kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para pemain drama politik di negeri kita untuk tidak menggunakan agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini sanggup dikembangkan dan lalu diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih memiliki cita-cita untuk sanggup berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya sanggup hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan kawan daripada sebagai lawan.
Sekian artikel dari mengenai Solusi Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia, yang sanggup kalian jadikan contoh untuk belajar.
Lihat juga:
Kumpulan Artikel Tentang Agama
Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Katolik dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, alasannya yaitu ia akan sanggup mengungkapkan sisi-sisi lain kekerabatan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara tenang di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir sanggup dipastikan, perjumpaan Katolik dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang sanggup hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya.
Bersikap Optimis
Walaupun banyak sekali kendala menghadang jalan kita untuk menuju perilaku terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, aku kira kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya menyebarkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan. Paling tidak ada tiga hal yang sanggup menciptakan kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga obrolan antaragama, semakin merebak dan berkembang di banyak sekali universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di banyak sekali akademi tinggi agama, IAIN dan Seminar misalnya, di universitas umum menyerupai Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun gres seumur jagung, hal itu sanggup menjadi menunjukan dan sekaligus cita-cita bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada balasannya lebih manusiawi.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif gres dalam melihat kekerabatan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin kekerabatan yang lebih bersahabat dan memecahkan banyak sekali masalah keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita cukup umur ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama hingga ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umatnya.
Ketiga, masyarakat kita bahwasanya semakin cukup umur dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi gampang disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi sasaran dan tujuan politik tertentu. Adalah kiprah kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para pemain drama politik di negeri kita untuk tidak menggunakan agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini sanggup dikembangkan dan lalu diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih memiliki cita-cita untuk sanggup berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya sanggup hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan kawan daripada sebagai lawan.
Sekian artikel dari mengenai Solusi Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia, yang sanggup kalian jadikan contoh untuk belajar.
Lihat juga:
Kumpulan Artikel Tentang Agama