Materi Semantik Atau Jenis-Jenis Makna (قياس المعنى)
Banyak orang mengira bahwa makna cukup dengan menjelaskan sebuah kalimat atau kata. Para ilmuan telah membedakan antara jenis-jenis makna dengan menjelaskannya terlebih dahulu daripada batasan-batasan makna suatu kalimat.
Dr. Muhammad Muhktar ‘Umad telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut:
1. Makna Dasar/Asasi (المعنى الأساسى). Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal (المعنى الأولى), atau makna utama (المعنى المركزى), makna citra (المعنى التصورى), atau makna pemahaman/conceptual meaning (المعنى المفهومى), dan makna kognitif (المعنى الإدراكي). Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Makna ini pun mempunyai korelasi bersahabat dengan makna bahkan sanggup dikatakan sama dengan makna dalam fonologi atau nahwu.
Hubungan dengan fonologi lantaran bunyi (fon) sanggup membentuk suatu makna citra (المعنى التصورية) dalam ilmu semantik. Hubungan makan ini dengan ilmu nahwu lantaran sanggup dipecah menjadi susunan yang membentuk unit makna (الوحده الدلالة). Unit makna bergabung dan melahirkan suatu makna, sama halnya dalam ilmu nahwu menyerupai adanya suara, morfem terikat, kata, susunan kata, dan kalimat (صوت, المرفيم المتصلة, الكلمة, التركيب, الجملة).
Contohnya kalimat إمراة mempunyai makna konseptual menyerupai berikut:
إمراة = + إنسان – ذكر + بالغ atau
Wanita = manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa).
2. Makna Tambahan (المعنى الإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني), yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini sanggup dikatakan sebagai makna pelengkap dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata ‘wanita’ (إمراة) yang mempunyai makna dasar ‘manusia bukan lelaki yang dewasa’. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka berbagai makna yang akan timbul dari kata tersebut. Seumpama jikalau kata ‘wanita’ dimaknai oleh sebuah kelompok dengan ‘makhluk yang berakal memasak dan suka berdandan’, maka inilah makna pelengkap yang keluar dari kata ‘wanita’ tersebut. Atau jikalau ‘wanita’ dimaknai dengan ‘makhluk yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional’. Kedua makna pelengkap ini tidak berlaku tetap sebagai makna pelengkap dari kata ‘wanita’. Apabila suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna pelengkap itu masih berlaku. Namun jikalau makna itu sudah tidak digunakan lagi, maka tidak berlaku pulalah makna pelengkap itu.
Contoh lainnya yaitu kata ‘Yahudi’ (يهودي) mempunyai makna dasar ‘orang yang menganut suatu agama Yahudi’ juga mempunyai makna pelengkap yaitu ‘orang yang jahat, licik, rakus, pelit, penentang, dsb.’
3. Makna Gaya Bahasa/Style (المعنى الإسلوبي), yaitu makna yang lahir lantaran disebabkan lantaran penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa sanggup dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra sendiri mempunyai perbedaan gaya bahasa menyerupai gaya bahasa puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini ternyata kuat terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab.
Kalimat داد digunakan oleh orang-orang bangsawan yang mempunyai jabatan yang tinggi. Kalimat الولد – والدي digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat. Kalimat بابا – بابي digunakan dalam bahasa ‘Ammiyah Raaqin (عامي راق). Dan kalimat أبويا – آبا digunakan dalam bahasa ‘Aamiyah Mubtadzil (عامي مبتذل).
4. Makna Nafsi (المعنى النفسي) atau makna objektif, yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna tunggal
5. Makna Ihaa’i (المعنى الإيحائي), yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini mempunyai tiga dampak di antaranya sebagai berikut:
a) Pengaruh bunyi (fonetis), misalnya menyerupai suara-suara binatang yang menunjuk eksklusif pada binatang itu.
b) Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa kependekan atau singkatan. Contohnya بسمله singkatan dari بسم الله الرحمن الرحيم, حمدله, صهصلق (من صهل وصلق).
c) Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.
Dalam bukunya, Geoffrey Leech membedakan makna pada tujuh unsur yang berbeda, yaitu sebagi berikut:
1. Makna Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna ‘denotatif’ atau ‘koginitif’. Makna konseptual mempunyai susunan yang amat kompleks dan rumit, namun sanggup dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.
2. Makna Konotatif,
3. Makna Stilistik,
4. Makna Afektif,
5. Makna Refleksi,
6. Makna Kolokatif,
7. Makna Tematik,
Para Ilmuan bahasa memakai ukuran makna untuk memperjelas tujuan makna. Ada bebarapa ukuran makna menyerupai di bawah ini:
1. Ukuran makna dasar pada kata-kata yang berlawanan. Pada dua kata yang berlawanan kata dan penggunaannya sesuai realita objektif padahal mengatakan makna yang umum. Penggunaan kata ini menghipnotis makna sehingga terjadi penyempitan makna untuk kata masing-masing. Seperti kata ‘panas’, ‘hangat’, ‘sedang’, ‘sejuk’, ‘dingin’, dan ‘beku’. Semua kata itu mengatakan makna umum, yaitu cuaca namun perbedaan penggunaannya disebabkan lantaran realita yang ada. Perbedaan makna pada kata-kata di atas dibedakan lantaran tingkat kenyataannya.
2. Ukuran perbedaan dalam makna objektif dengan menyandarkan pada pemahaman orang yang berbeda-beda. Ukuran makna ini telah dijelaskan oleh Charles E. Osgood dengan teorinya yaitu ‘Psycho-semantics’. Dalam ukuran makna ini, sebuah kata mempunyai perbedaan yang terang dalam maknana dengan kata yang lain. Contohnya kata خشن yang berarti ‘kasar’ dan kata ناعم yang berarti ‘lembut’. Ukuran makna ini juga disebut sebagai lawan kata atau antonimi
3. Ukuran psikologi pengguna bahasa. Ukuran makna tergantung pada segala hal yang berafiliasi eksklusif dengan psikologi manusia. Pemahaman insan sangat menghipnotis makna, apabila pemahaman sempit, maka makna itu menjadi sempit dan apabila pemahamannya luas maka makna itu akan menjadi luas. Perubahan makna kata menjadi lebih sempit dinamakan peyorasi sedangkan perubahan makna kata menjadi lebih luas dinamakan ameliorasi.
4. Ukuran tingkat makan menyerupai pada makna ‘ahdats’ (tertawa, berbicara, membaca, dan menulis) dan kata-kata sifat menyerupai cerdas, panjang, bodoh, mahir, dan lain sebagainya.
Dr. Muhammad Muhktar ‘Umad telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut:
1. Makna Dasar/Asasi (المعنى الأساسى). Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal (المعنى الأولى), atau makna utama (المعنى المركزى), makna citra (المعنى التصورى), atau makna pemahaman/conceptual meaning (المعنى المفهومى), dan makna kognitif (المعنى الإدراكي). Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Makna ini pun mempunyai korelasi bersahabat dengan makna bahkan sanggup dikatakan sama dengan makna dalam fonologi atau nahwu.
Hubungan dengan fonologi lantaran bunyi (fon) sanggup membentuk suatu makna citra (المعنى التصورية) dalam ilmu semantik. Hubungan makan ini dengan ilmu nahwu lantaran sanggup dipecah menjadi susunan yang membentuk unit makna (الوحده الدلالة). Unit makna bergabung dan melahirkan suatu makna, sama halnya dalam ilmu nahwu menyerupai adanya suara, morfem terikat, kata, susunan kata, dan kalimat (صوت, المرفيم المتصلة, الكلمة, التركيب, الجملة).
Contohnya kalimat إمراة mempunyai makna konseptual menyerupai berikut:
إمراة = + إنسان – ذكر + بالغ atau
Wanita = manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa).
2. Makna Tambahan (المعنى الإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني), yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini sanggup dikatakan sebagai makna pelengkap dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata ‘wanita’ (إمراة) yang mempunyai makna dasar ‘manusia bukan lelaki yang dewasa’. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka berbagai makna yang akan timbul dari kata tersebut. Seumpama jikalau kata ‘wanita’ dimaknai oleh sebuah kelompok dengan ‘makhluk yang berakal memasak dan suka berdandan’, maka inilah makna pelengkap yang keluar dari kata ‘wanita’ tersebut. Atau jikalau ‘wanita’ dimaknai dengan ‘makhluk yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional’. Kedua makna pelengkap ini tidak berlaku tetap sebagai makna pelengkap dari kata ‘wanita’. Apabila suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna pelengkap itu masih berlaku. Namun jikalau makna itu sudah tidak digunakan lagi, maka tidak berlaku pulalah makna pelengkap itu.
Contoh lainnya yaitu kata ‘Yahudi’ (يهودي) mempunyai makna dasar ‘orang yang menganut suatu agama Yahudi’ juga mempunyai makna pelengkap yaitu ‘orang yang jahat, licik, rakus, pelit, penentang, dsb.’
3. Makna Gaya Bahasa/Style (المعنى الإسلوبي), yaitu makna yang lahir lantaran disebabkan lantaran penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa sanggup dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra sendiri mempunyai perbedaan gaya bahasa menyerupai gaya bahasa puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini ternyata kuat terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab.
Kalimat داد digunakan oleh orang-orang bangsawan yang mempunyai jabatan yang tinggi. Kalimat الولد – والدي digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat. Kalimat بابا – بابي digunakan dalam bahasa ‘Ammiyah Raaqin (عامي راق). Dan kalimat أبويا – آبا digunakan dalam bahasa ‘Aamiyah Mubtadzil (عامي مبتذل).
4. Makna Nafsi (المعنى النفسي) atau makna objektif, yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna tunggal
5. Makna Ihaa’i (المعنى الإيحائي), yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini mempunyai tiga dampak di antaranya sebagai berikut:
a) Pengaruh bunyi (fonetis), misalnya menyerupai suara-suara binatang yang menunjuk eksklusif pada binatang itu.
b) Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa kependekan atau singkatan. Contohnya بسمله singkatan dari بسم الله الرحمن الرحيم, حمدله, صهصلق (من صهل وصلق).
c) Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.
Dalam bukunya, Geoffrey Leech membedakan makna pada tujuh unsur yang berbeda, yaitu sebagi berikut:
1. Makna Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna ‘denotatif’ atau ‘koginitif’. Makna konseptual mempunyai susunan yang amat kompleks dan rumit, namun sanggup dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.
2. Makna Konotatif,
3. Makna Stilistik,
4. Makna Afektif,
5. Makna Refleksi,
6. Makna Kolokatif,
7. Makna Tematik,
Para Ilmuan bahasa memakai ukuran makna untuk memperjelas tujuan makna. Ada bebarapa ukuran makna menyerupai di bawah ini:
1. Ukuran makna dasar pada kata-kata yang berlawanan. Pada dua kata yang berlawanan kata dan penggunaannya sesuai realita objektif padahal mengatakan makna yang umum. Penggunaan kata ini menghipnotis makna sehingga terjadi penyempitan makna untuk kata masing-masing. Seperti kata ‘panas’, ‘hangat’, ‘sedang’, ‘sejuk’, ‘dingin’, dan ‘beku’. Semua kata itu mengatakan makna umum, yaitu cuaca namun perbedaan penggunaannya disebabkan lantaran realita yang ada. Perbedaan makna pada kata-kata di atas dibedakan lantaran tingkat kenyataannya.
2. Ukuran perbedaan dalam makna objektif dengan menyandarkan pada pemahaman orang yang berbeda-beda. Ukuran makna ini telah dijelaskan oleh Charles E. Osgood dengan teorinya yaitu ‘Psycho-semantics’. Dalam ukuran makna ini, sebuah kata mempunyai perbedaan yang terang dalam maknana dengan kata yang lain. Contohnya kata خشن yang berarti ‘kasar’ dan kata ناعم yang berarti ‘lembut’. Ukuran makna ini juga disebut sebagai lawan kata atau antonimi
3. Ukuran psikologi pengguna bahasa. Ukuran makna tergantung pada segala hal yang berafiliasi eksklusif dengan psikologi manusia. Pemahaman insan sangat menghipnotis makna, apabila pemahaman sempit, maka makna itu menjadi sempit dan apabila pemahamannya luas maka makna itu akan menjadi luas. Perubahan makna kata menjadi lebih sempit dinamakan peyorasi sedangkan perubahan makna kata menjadi lebih luas dinamakan ameliorasi.
4. Ukuran tingkat makan menyerupai pada makna ‘ahdats’ (tertawa, berbicara, membaca, dan menulis) dan kata-kata sifat menyerupai cerdas, panjang, bodoh, mahir, dan lain sebagainya.