Makalah Aturan Program Pidana Militer Dan Umum
1. Asas-asas dan ciri-ciri tata kehidupan militer sebagai berikut:
a. Asas kesatuan komando, Dalam kehidupan militer dengan struktur organisasinya, seorang komandan memiliki kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Oleh alasannya ialah itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan kasus dalam penyelesaian kasus pidana dan berkewajiban untuk menuntaskan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang diajukan oleh anak buahnya melalui upaya administrasi.Sesuai dengan asas kesatuan komando tersebut di atas, dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan.Konsekuensinya ialah dalam Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Acara Tata Usaha Militer dikenal adanya forum ganti rugi dan rehabilitasi.
b. Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya, Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan Bersenjata, komandan berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Asas ini ialah merupakan kelanjutan dari asas kesatuan komando.
c. Asas kepentingan militer, Untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada kepentingan golongan dan perorangan. Namun, khusus dalam proses peradilan kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum.
2. Kekuasaan kehakiman di lingkugan peradilan militer dilaksanakan oleh peradilan yang terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, Pengadilan Miiter Pertempuran.
a. Ruang lingkup bagi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
1) Ruang lingkup bagi Pengadilan Militer, merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa dengan pangkat kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat Mayor sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Kapten, panitera paling rendah Pelda paling tinggi Kapten.
2) Pengadilan Militer Tinggi, merupakan pengadilan tingkat banding bagi terdakwa dengan pangkat Kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Letnan Kolonel, panitera paling rendah pangkat Kapten paling tinggi Mayor. Pengadilan Militer Tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa pangkat Mayor ke atas dan selain itu berfungsi sebagai Pengadilan tingkat pertama untuk perkara/masalah Tata Usaha Militer.
3) Pengadilan Militer Utama merupakan pengadilan tingakat banding bagi terdakwa pangkat Mayor ke atas. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah Brigjen (bintang satu) sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Kolonel, panitera paling rendah Mayor paling tinggi Letkol. Selain itu Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutuskan perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat banding. Dan bagi
4) Pengadilan Militer Pertempuran, merupakan pengadilan tingakat pertama dan terakhir. Dalam pengadilan militer pertempuran ini hanya ada kasasi dan peninjauan kembali dan kasasi di limpahkan ke MA. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangat Letkol sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Mayor.
b. Bagan ihwal kekuasaan pengadilan Militer untuk kapten ke bawah
1. Pidana, dibagi tiga:
a) Pengadilan militer pada tingkat pertama
Hakim ketua pangkat mayor
Hakim anggota dan oditur kapten
Panitera paling rendah pelda kapten
b) Pengadilan militer Tinggi pada tingkat pertama dan banding
Hakim ketua kolonel
Hakim anggota dan oditur letnal kolonel
Panitera paling rendah kapten paling tinggi mayor
c) Pengadilan milier pertempuran
Hakim ketua letkol
Hakim anggota dan oditur mayor
2. Tata perjuangan negara, dibagi dua:
a) Pengadilan militer tinggi
b) Pengadilan militer utama
c. Bagan ihwal kekuasaan Pengadilan Militer untuk Mayor ke atas
1. Pidana, dibagi tiga:
a) Pengadilan militer tinggi
Hakim ketua brigjen (bintang satu)
Hakim anggota dan oditur kolonel
Panitera mayor paling tinggi letkol
b) Pengadilan militer utama
c) Pengadilan militer pertempuran
2. Tata perjuangan negara, dibagi dua:
a) Pengadilan militer tinggi
b) Pengadilan militer utama
d. Pemeriksaan yang dipakai ialah program investigasi koneksitas yakni tindak pidana yang dilakukan bahu-membahu oleh mereka yang termasuk peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh peradilan umum kecuali jikalau berdasarkan Menhamkam dengan persetujuan Menkeh diperiksa dan diadili dalam peradilam militer. Jika titik berat kerugian pada kepentingan umum maka diadili dalam peradilan umum, jikalau titik berat kerugian pada kepentingan militer maka diadili dalam peradilan militer.
3. Perkara yang diperiksa secara in absentia :
a. Syarat yang harus dipenuhi, Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, hal ini tidak diatur secara jelas, kecuali di dalam pasal 196 KUHP. Pengadilan in absentia ialah upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa kehadiran terdakwa. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, hal ini tidak diatur secara jelas, kecuali di dalam Pasal 196 KUHAP :
1) Pengadilan memutus kasus dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini memilih lain.
2) Dalam hal terdapat Iebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan sanggup diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.
dan 214 KUHAP, berbunyi :
1) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, investigasi kasus dilanjutkan.
2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
3) Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa sanggup mengajukan perlawanan
5) Dalam waktu tujuh hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia sanggup mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.
yang mengandung pengaturan terbatas mengenai peradilan in absentia. Peradilan ini harus memenuhi beberapa unsur, antara lain: alasannya ialah terdakwa tinggal atau pergi ke luar negeri; adanya perjuangan pembangkangan dari terdakwa (misalnya melarikan diri); atau terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang terang walaupun telah dipanggil secara sah (pasal 38 UU RI No 31 Tahun 1999). Pasal 38 UU No 31 Tahun 1999 berbunyi:
1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka kasus sanggup diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.
b. Pemeriksaan hakim yang pribadi dan verbal (Pasal 154 dan 155 KUHP) yang pada dasarnya terdakwa harus hadir dalam persidangan jikalau tidak hadir tanpa alasan terdakwa harus didatangkan dengan paksa alasannya ialah tujuan aturan program pidana ialah untuk mendapat kebenaran yang sebesar-besarnya. Ada kasus yang tersangkanya tidak hadir dalam artian tidak face to face dengan hakim contohnya pelanggaran kemudian lintas. Semua kasus idealnya ibarat yang ada di atas. Namun dikenal investigasi in absensia jikalau dalam peradilan militer ini alasannya ialah investigasi dilaksanakan supaya kasus tersebut sanggup diselesaikan dengan cepat demi tetap tegaknya disiplin Prajurit dalam rangka menjaga keutuhan pasukan, termasuk dalam hal ini pelimpahan perkara yang Terdakwanya tidak pernah diperiksa alasannya ialah semenjak awal melarikan diri dan tidak diketemukan lagi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut, untuk keabsahannya harus dikuatkan dengan surat keterangan dari Komandan atau Kepala Kesatuannya. Penghitungan batas waktu tenggang 6 (enam) bulan berturut-turut terhitung mulai tanggal pelimpahan berkas perkaranya ke Pengadilan.
4. Putusan pengadilan militer II-10 Semarang dengan nomor putusan PUT/54-K/PM.II-10/AD/VIII/2009:
a. Tindak pidana yang sanggup diperiksa dan diadili secara in absentia ialah Peradilan in absentia dalam aturan pidana ekonomi (arti sempit) diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 ihwal Tindak Pidana Ekonomi, tindak pidana desersi, tindak pidana korupsi.
b. Perkara desersi yang Tersangkanya tidak diketemukan sesudah meneliti berkas perkara Oditur membuat dan memberikan pendapat aturan kepada Perwira Penyerah Perkara yang sanggup berupa ajakan semoga kasus diserahkan kepada Pengadilan atau diselesaikan menurut Hukum Disiplin Prajurit, atau ditutup demi kepentingan hukum, kepentingan umum, atau kepentingan militer.
c. Yang saya pahami ialah pemeriksaan tanpa hadirnya Terdakwa dalam pengertian in absensi adalah investigasi yang dilaksanakan supaya kasus tersebut sanggup diselesaikan dengan cepat demi tetap tegaknya disiplin Prajurit dalam rangka menjaga keutuhan pasukan, termasuk dalam hal ini pelimpahan perkara yang Terdakwanya tidak pernah diperiksa alasannya ialah semenjak awal melarikan diri dan tidak diketemukan lagi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut, untuk keabsahannya harus dikuatkan dengan surat keterangan dari Komandan atau Kepala Kesatuannya. Penghitungan batas waktu tenggang 6 (enam) bulan berturut-turut terhitung mulai tanggal pelimpahan berkas perkaranya ke Pengadilan.
d. Yang berwenang ialah perwira penyerah perkara. Kewenangan penutupan perkara demi kepentingan umum/militer hanya ada pada Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1) karakter a. Hal ini diatur dalam pasal 125 ayat (1) karakter h.
e. Alat buktinya ialah surat yakni berupa daftar ketidakhadiran atas nama Prada Ali Mutando.
f. Prada Ali Mutando menjalani masa pidana penjara di pengadilan pidana umum
a. Asas kesatuan komando, Dalam kehidupan militer dengan struktur organisasinya, seorang komandan memiliki kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Oleh alasannya ialah itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan kasus dalam penyelesaian kasus pidana dan berkewajiban untuk menuntaskan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang diajukan oleh anak buahnya melalui upaya administrasi.Sesuai dengan asas kesatuan komando tersebut di atas, dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan.Konsekuensinya ialah dalam Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Acara Tata Usaha Militer dikenal adanya forum ganti rugi dan rehabilitasi.
b. Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya, Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan Bersenjata, komandan berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Asas ini ialah merupakan kelanjutan dari asas kesatuan komando.
c. Asas kepentingan militer, Untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada kepentingan golongan dan perorangan. Namun, khusus dalam proses peradilan kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum.
2. Kekuasaan kehakiman di lingkugan peradilan militer dilaksanakan oleh peradilan yang terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, Pengadilan Miiter Pertempuran.
a. Ruang lingkup bagi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
1) Ruang lingkup bagi Pengadilan Militer, merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa dengan pangkat kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat Mayor sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Kapten, panitera paling rendah Pelda paling tinggi Kapten.
2) Pengadilan Militer Tinggi, merupakan pengadilan tingkat banding bagi terdakwa dengan pangkat Kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Letnan Kolonel, panitera paling rendah pangkat Kapten paling tinggi Mayor. Pengadilan Militer Tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa pangkat Mayor ke atas dan selain itu berfungsi sebagai Pengadilan tingkat pertama untuk perkara/masalah Tata Usaha Militer.
3) Pengadilan Militer Utama merupakan pengadilan tingakat banding bagi terdakwa pangkat Mayor ke atas. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah Brigjen (bintang satu) sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Kolonel, panitera paling rendah Mayor paling tinggi Letkol. Selain itu Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutuskan perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat banding. Dan bagi
4) Pengadilan Militer Pertempuran, merupakan pengadilan tingakat pertama dan terakhir. Dalam pengadilan militer pertempuran ini hanya ada kasasi dan peninjauan kembali dan kasasi di limpahkan ke MA. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangat Letkol sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Mayor.
b. Bagan ihwal kekuasaan pengadilan Militer untuk kapten ke bawah
1. Pidana, dibagi tiga:
a) Pengadilan militer pada tingkat pertama
Hakim ketua pangkat mayor
Hakim anggota dan oditur kapten
Panitera paling rendah pelda kapten
b) Pengadilan militer Tinggi pada tingkat pertama dan banding
Hakim ketua kolonel
Hakim anggota dan oditur letnal kolonel
Panitera paling rendah kapten paling tinggi mayor
c) Pengadilan milier pertempuran
Hakim ketua letkol
Hakim anggota dan oditur mayor
2. Tata perjuangan negara, dibagi dua:
a) Pengadilan militer tinggi
b) Pengadilan militer utama
c. Bagan ihwal kekuasaan Pengadilan Militer untuk Mayor ke atas
1. Pidana, dibagi tiga:
a) Pengadilan militer tinggi
Hakim ketua brigjen (bintang satu)
Hakim anggota dan oditur kolonel
Panitera mayor paling tinggi letkol
b) Pengadilan militer utama
c) Pengadilan militer pertempuran
2. Tata perjuangan negara, dibagi dua:
a) Pengadilan militer tinggi
b) Pengadilan militer utama
d. Pemeriksaan yang dipakai ialah program investigasi koneksitas yakni tindak pidana yang dilakukan bahu-membahu oleh mereka yang termasuk peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh peradilan umum kecuali jikalau berdasarkan Menhamkam dengan persetujuan Menkeh diperiksa dan diadili dalam peradilam militer. Jika titik berat kerugian pada kepentingan umum maka diadili dalam peradilan umum, jikalau titik berat kerugian pada kepentingan militer maka diadili dalam peradilan militer.
3. Perkara yang diperiksa secara in absentia :
a. Syarat yang harus dipenuhi, Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, hal ini tidak diatur secara jelas, kecuali di dalam pasal 196 KUHP. Pengadilan in absentia ialah upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa kehadiran terdakwa. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, hal ini tidak diatur secara jelas, kecuali di dalam Pasal 196 KUHAP :
1) Pengadilan memutus kasus dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini memilih lain.
2) Dalam hal terdapat Iebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan sanggup diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.
dan 214 KUHAP, berbunyi :
1) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, investigasi kasus dilanjutkan.
2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
3) Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa sanggup mengajukan perlawanan
5) Dalam waktu tujuh hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia sanggup mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.
yang mengandung pengaturan terbatas mengenai peradilan in absentia. Peradilan ini harus memenuhi beberapa unsur, antara lain: alasannya ialah terdakwa tinggal atau pergi ke luar negeri; adanya perjuangan pembangkangan dari terdakwa (misalnya melarikan diri); atau terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang terang walaupun telah dipanggil secara sah (pasal 38 UU RI No 31 Tahun 1999). Pasal 38 UU No 31 Tahun 1999 berbunyi:
1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka kasus sanggup diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.
b. Pemeriksaan hakim yang pribadi dan verbal (Pasal 154 dan 155 KUHP) yang pada dasarnya terdakwa harus hadir dalam persidangan jikalau tidak hadir tanpa alasan terdakwa harus didatangkan dengan paksa alasannya ialah tujuan aturan program pidana ialah untuk mendapat kebenaran yang sebesar-besarnya. Ada kasus yang tersangkanya tidak hadir dalam artian tidak face to face dengan hakim contohnya pelanggaran kemudian lintas. Semua kasus idealnya ibarat yang ada di atas. Namun dikenal investigasi in absensia jikalau dalam peradilan militer ini alasannya ialah investigasi dilaksanakan supaya kasus tersebut sanggup diselesaikan dengan cepat demi tetap tegaknya disiplin Prajurit dalam rangka menjaga keutuhan pasukan, termasuk dalam hal ini pelimpahan perkara yang Terdakwanya tidak pernah diperiksa alasannya ialah semenjak awal melarikan diri dan tidak diketemukan lagi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut, untuk keabsahannya harus dikuatkan dengan surat keterangan dari Komandan atau Kepala Kesatuannya. Penghitungan batas waktu tenggang 6 (enam) bulan berturut-turut terhitung mulai tanggal pelimpahan berkas perkaranya ke Pengadilan.
4. Putusan pengadilan militer II-10 Semarang dengan nomor putusan PUT/54-K/PM.II-10/AD/VIII/2009:
a. Tindak pidana yang sanggup diperiksa dan diadili secara in absentia ialah Peradilan in absentia dalam aturan pidana ekonomi (arti sempit) diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 ihwal Tindak Pidana Ekonomi, tindak pidana desersi, tindak pidana korupsi.
b. Perkara desersi yang Tersangkanya tidak diketemukan sesudah meneliti berkas perkara Oditur membuat dan memberikan pendapat aturan kepada Perwira Penyerah Perkara yang sanggup berupa ajakan semoga kasus diserahkan kepada Pengadilan atau diselesaikan menurut Hukum Disiplin Prajurit, atau ditutup demi kepentingan hukum, kepentingan umum, atau kepentingan militer.
c. Yang saya pahami ialah pemeriksaan tanpa hadirnya Terdakwa dalam pengertian in absensi adalah investigasi yang dilaksanakan supaya kasus tersebut sanggup diselesaikan dengan cepat demi tetap tegaknya disiplin Prajurit dalam rangka menjaga keutuhan pasukan, termasuk dalam hal ini pelimpahan perkara yang Terdakwanya tidak pernah diperiksa alasannya ialah semenjak awal melarikan diri dan tidak diketemukan lagi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut, untuk keabsahannya harus dikuatkan dengan surat keterangan dari Komandan atau Kepala Kesatuannya. Penghitungan batas waktu tenggang 6 (enam) bulan berturut-turut terhitung mulai tanggal pelimpahan berkas perkaranya ke Pengadilan.
d. Yang berwenang ialah perwira penyerah perkara. Kewenangan penutupan perkara demi kepentingan umum/militer hanya ada pada Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1) karakter a. Hal ini diatur dalam pasal 125 ayat (1) karakter h.
e. Alat buktinya ialah surat yakni berupa daftar ketidakhadiran atas nama Prada Ali Mutando.
f. Prada Ali Mutando menjalani masa pidana penjara di pengadilan pidana umum