Pengertian Dan Pemahaman Budbahasa Dan Profesi

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap dll. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang sanggup digunakan untuk kata Etika antara lain  Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi aliran bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan moral atau moral. Selain itu, Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu perihal yang baik dan yang jelek yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi materi refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis.

Dengan demikian etika ialah norma-norma sosial yang mengatur sikap insan secara normatif perihal apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, merupakan aliran bagi insan untuk berperilaku dalam masyarakat. Norma-norma sosial tersebut sanggup dikelompokkan dalam hal yaitu norma kesopanan atau etiket, norma aturan dan norma moral atau etika. Etiket hanya berlaku pada pergaulan antar sesama, sedang etika berlaku kapan saja, dimana saja, baik terhadap orang lain maupun sedang sendirian.


Etika dalam sebuah profesi disusun dalam sebuah Kode Etik.  Dengan demikian Kode Etik dalam sebuah profesi bekerjasama dekat dengan nilai sosial insan yang dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah laris insan itu sendiri, supaya terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing di dalam masyarakat. Makara norma ialah aturan atau kaidah yang digunakan untuk menilai sesuatu. Paling sedikit ada tiga macam norma sosial yang menjadi aliran bagi insan untuk berperilaku dalam masyarakat, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma aturan dan norma moral atau etika. Etika atau sopan santun, mengandung norma yang menyampaikan apa yang harus kita lakukan. Selain itu baik etika maupun etiket mengatur sikap insan secara normatif, artinya memberi norma bagi sikap manusia. Dengan demikian keduanya menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan.[1]

Rumusan nyata dari sistem etika bagi profesional dirumuskan dalam suatu isyarat etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang dikodifikasi atau, bahasa awamnya, dituliskan. Bertens menyatakan bahwa isyarat etik mirip kompas yang menawarkan atau memperlihatkan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di dalam masyarakat.

Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Keluhuran martabat dan sikap hakim, jaksa, polisi dan advokat  ialah menjaga martabat bangsa, dan menghadapi musuh yang sama pula yaitu siapa saja yang mengancam kehormatan dan martabat penjaga dan penegak keadilan . Secara Garis besarnya Upaya ini merupakan  perminta Komisi Yudisial  kepada Kepolisian supaya responsif menjaga persidangan dan menjamin rasa kondusif hakim, meminta Pemerintah meningkatkan kesejahteraan hakim, meminta semua pihak menghormati persidangan, hal ini merupakan bab dari upaya Komisi Yudisial menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.Dalam konteks sempit, pengawasan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan hakim sebagaimana yang telah disebutkan pada Undang-Undang Dasar 1945, UU No. 22 tahun 2004;UU No. 48 Tahun 2009; UU No. 49 Tahun 2009 dan UU 3 tahun 2009, dibangun dengan perkiraan asumsi bahwa bahaya atas kehormatan dan martabat hakim biasa tiba dari hakim itu sendiri, baik lantaran kegagalan menjaga independensi,imparsialitas, profesionalitas, tidak cermat, dll. Hal ini merupakan teladan supaya Pengadilan bersikap  mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa,yang bisa menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian aturan dan keadilan dan hal ini  syaratan mutlak dalam sebuah negara yang berlandaskan hukum.

Pengadilan ialah pilar utama dalam penegakan aturan dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Pengadilan sebagai pemain drama utama atau figuresentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan aturan dan keadilan bagi rakyat banyak.Untuk mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana di atas, perlu terus diupayakan secara maksimal kiprah pengawasan secara internal dan eksternal, oleh Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. Wewenang dan kiprah pengawasan tersebut diorientasikan untuk memastikan bahwa semua penegak aturan sebagai pelaksana utama dari fungsi pengadilan itu berintegritas tinggi, jujur, dan profesional,sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan pencari keadilan.Kewajiban penegak aturan untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat,serta perilaku. Sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan kiprah yudisialnya maupun di luar kiprah yudisialnya, lantaran hal itu berkaitan dekat dengan upaya penegakan aturan dan keadilan. Kehormatan seorang penegak aturan khususnya hakim dan jaksa itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau keseluruhan proses pengambilan keputusanyang bukan saja berlandaskan peraturan perundang-undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat. Implementasi terhadap Kode etik dan Pedoman Perilaku hakim sanggup menjadikan kepercayaan, atau ketidak percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hukum inilah yang menjadi alat diagnosis Komisi Yudisial dalam menyelidiki Putusan hakim.

Berikut Larangan dalam Tidak menjaga kewibawaan serta martabat forum Peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan.

a.       Terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi perjuangan yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim.

b.      Bekerja dan menjalankan fungsisebagai layaknya seorang Advokat,kecuali bila :

a. Hakim tersebut menjadi pihak di persidangan

b.Memberikan pesan yang tersirat aturan cuma-cuma untuk anggota keluarga atau teman sesama hakim yang tengahmenghadapi duduk perkara hukum.

c.       Bertindak sebagai arbiter atau perantara dalam kapasitas pribadi,kecuali bertindak dalam jabatan yangsecara tegas diperintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang atau peraturan lain.

e. Menjabat sebagai eksekutor, direktur atau kuasa pribadilainnya, kecuali untuk urusan langsung anggota keluarga Hakim tersebut,dan hanya diperbolehkan bila acara tersebut secara masuk akal (reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya sebagai Hakim.

f. Melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari Pembahasan diatas sanggup disimpulkan bahwa Maksud dan tujuan isyarat etik ialah untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa baik profesional. Kode etik balasannya merupakan prosedur pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi profesi.[2]

Yang dimaksud dengan profesi ialah pekerjaan tetap sebagai pelaksanaan fungsi kemasyarakatan berupa karya pelayanan yang pelaksanaannya dijalankan secara berdikari dengan kesepakatan dan keahlian berkeilmuan dalam bidang tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai panggilan hidup dan terikat pada etika umum dan etika khusus (etika profesi) yang bersumber pada semangat dedikasi terhadap sesama demi kepentingan umum, serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat insan (respect for human dignity). Jadi, profesi itu berintikan mudah ilmu secara bertanggung jawab untuk menuntaskan duduk perkara nyata yang dihadapi seorang warga masyarakat. Pengembanan profesi meliputi bidang-bidang yang berkaitan dengan salah satu dan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental, mirip keilahian (imam), keadilan (hukum), kesehatan (dokter), sosialisasi/pendidikan (guru), informasi (jurnalis).[3]

[1] Wiradharma Dannya, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Bina Rupa Aksara, 1996, hlm. 7

[2] Susanti Bivitri, “Kata Pengantar Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia”, Rekaman Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia Langkah Menuju Penegakan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004, hal. viii, mengutip Yap Thiam Hien, Masalah Pelanggarang Kode Etik Profesi dalam Penegakan Keadilan dan Hukum, Dalam Negara, HAM, dan Demokrasi, ed.  Daniel Hutagalung, YLBHI, Jakarta, 1998.

[3] Sidharta Arief. B, Pelaksanaan Kode Etik Profesi Hukum di Indonesia: Rekaman Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 41)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel