Tafsir Tarbawi Pendidik Dan Metode Pembelajaran Dalam Al-Qur’An
BAB I
Pendahuluan
Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan intinya selalu terkait dua belah pihak yaitu: pendidik dan akseptor didik. Keterlibatan dua pihak tersebut merupakan keterlibatan kekerabatan antar insan (human interaction). Hubungan itu akan harmonis bila terang kedudukan masing-masing pihak secara profesional, yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang mempunyai hak dan kewajiban. Lebih terang lagi Tahziduhu Ndraha menambahkan bahwa proses belajar-mengajar terlibat empat pihak, yaitu: (i) pihak yang berusaha belajar-mengajar, (ii) pihak yang berusaha berguru (iii) pihak yang merupakan sumber pelajaran, dan (iv) pihak yang berkepentingan atas hasil (out come) proeses belajar-mengajar.
Dalam proses belajar-mengajar, pendidik mempunyai kiprah utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (cognitive), perilaku dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor). Dengan kata lain kiprah dan kiprah pendidik yang utama terletak di bidang pengajaran. Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh alasannya itu seorang pendidik dituntut untuk sanggup mengelola (manajemen) kelas, penggunaan metode mengajar, seni administrasi mengajar, maupun perilaku dan karakteristik pendidik dalam mengelola proses berguru mengajar yang efektif, membuatkan materi pengajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan akseptor didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Ketidak pahaman terhadap hakikat metode maka si pendidik tidak bijaksana dalam menentukan dan memakai metode. Singkatnya kualitas pendidikan sangat dipengaruhi kualitas pendidiknya.
Salahnya pemahaman seorang pendidik terhadap dirinya, memungkinkan si pendidik tidak bisa secara baik memerankan diri sebagai pendidik, dan tidak memenuhi kualifikasi sebagai pendidik. pendidik seharusnya digugu lan ditiru, atau tut wuri handayani. Beberapa masalah banyak kita temukan perbuatan asusila dilakukan oleh pendidik, yang seharusnya tidak terjadi bila mengingat kualifikasi seorang pendidik. hal ini selanjutnya akan menjadi problem tersendiri dalam kegiatan pendidikan. Problem-problem ini terjadi dikarenakan adanya problem filosofis yang belum tertanam dalam diri seorang pendidik. Problem mentalitas; orientasi, keikhlasan, peran, niatan, tuntutan kesejateraan, kepribadian dan lain sebagainya. Selanjutnya ialah problem kapabilitas pendidik; kompetensi, profesionalisme dan lain sebagainya. Tentunya banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas seorang pendidik.
Problem kompetensi diantaranya ialah metode yang harus dipilih dan dipakai oleh seorang pendidik dalam kegiatan berguru mengajar. Jika pendidik tidak memahami dirinya maka berakibat kepada kinerja, penggunaan media dan pemilihan metode pembelajaran, bila tidak memahami metode maka dampak yang lebih besar ialah kepada keberhasilan ia dalam mendidik anak. Pemahaman keduanya ihwal pendidik dan metode sangatlah penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan, dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Pendidik dalam pembelajaran niscaya memakai metode.
Untuk mengatasi problem diatas dan untuk memperbaiki kualitas pendidik, maka kajian ihwal pendidik dan pengajaran sangat penting untuk dilakukan. Fokus kajian dalam makalah ini ialah ihwal hakekat pendidik, hakekat metode, kekerabatan antara pendidik dan operasionalisasinya. Pembahasan ini diharapkan akan bisa memecahkan problem filosofis seputar pendidik, metode, serta operasionalisasinya.
BAB II
Pembahasan
A. Hakikat Pendidik.
Dari segi bahasa, menyerupai yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik ialah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik ialah orang yang melaksanakan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Secara khusus pendidikan dalma perspektif pendidikan Islam ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi akseptor didik , baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai pedoman Islam.
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, alasannya keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut pertanda adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan.
Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional pertanda kepada seseorang yang melaksanakan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga ialah orang tua, guru bila itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak bahwa dikala menjelaskan pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang kiprah atau pekerjaan. Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang menempel ialah forum pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak terikat dengan forum pendidikan. Ini pertanda bahwa pada hasilnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang menempel pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam pendidikan ada proses berguru mengajar dengan kata lain ialah pengajaran.
B. Persyaratan dan Sifat Pendidik
Pendidik pendidikan Islam bukan hanya mentransferkan pengetahuan Islam saja, namun harus sanggup membentuk eksklusif akseptor didik untuk sanggup mempunyai susila yang mulia (internalisasi nilai al-Qur'an dan al-Hadits ), membimbing akseptor didik untuk menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain, dan bisa untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhoi oleh Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi membuatkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi akseptor didik biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kecakapan dan pengetahuan dasar haruslah dimiliki oleh pendidik, sebagaimana disampaikan oleh Winarno Surachmad dengan mengadopsi istilah ‘guru’ sebagai berikut : (a) Pendidik harus mengenal akseptor didik yang dipercayakan kepadanya, (b) mempunyai kecakapan memberi bimbingan. (c) Memiliki dasar pengetahuan yang terang ihwal tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan. (d) Pendidik harus mempunyai pengetahuan yang lingkaran (pen: teruji) dan gres mengenai ilmu yang diajarkan.
Mengacu pada ungkapan di atas bahwa pendidik ialah bukan asal pandang saja, melainkan ia harus menyadari akan kiprah dan tanggung jawab yang berat. Dia harus berkompeten di bidangnya, ia harus mempunyai kecakapan dan pengetahuan dasar yang cukup dan sebagainya. Untuk itu seorang pendidik harus memenuhi banyak sekali persyaratan baik persyaratan fisik, psikis, mental, moral maupun intelektual yang terangkum dalam persyaratan profesionalnya.
Ada tiga persyaratan atau ciri dasar (sifat) yang selalu sanggup dilihat pada setiap profesional yang baik mengenai etos kerjanya. Yaitu (1) Keinginan untuk menjungjung tinggi mutu pekerjaan (job quality); (2) Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan; dan (3) Keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesioanalnya. Pemenuhan syarat-syarat diatas ialah kondisi ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, bagaimana realitas wajah pendidik di Indonesia?
An-Nahlawi menyebutkan karakteristik pendidik muslim adalah; mempunyai watak/sifat Rubbaniyah, ikhlas, sabar, jujur, bisa memakai metode mengajar secara bervariasi, bisa mengelola kelas, mengetahui kehidupan psikis akseptor didik. Tangggap terhadap banyak sekali kondisi dan perkembangan dunia, dan adil terhadap akseptor didik. Menambahkan hal itu al-Abrasy memberikan batasan ihwal karakteristik pendidik, yaitu; zuhud, higienis fisik dari segala kotoran dan higienis jiwanya dari sifat tercela, nrimo dan tidak ria, pemaaf, memahami aksara akseptor didik, serta menguasai metode.
Pemberitaan-pemberitaan ihwal masalah pemerkosaan, pelecehan seks guru kepada murid, kekerasan guru kepada murid, korupsi oleh guru dibeberapa media massa, kemampuan mengajar yang kurang, ketidakmampuan dalam pengunaan media, dan keslahan menentukan metode, telah pertanda kondisi buruknya wajah pendidik di Indonesia, walau tidak bisa kita katakan semuanya, dan tanpa melihat lebih jauh latarbelakang terjadinya masalah tersebut. Syarat-syarat inilah sebetulnya yang harus disiapkan bagi perguruan-perguruhan tinggi yang mencetak calon-calon pendidik. Persoalan-persoalan persyaratan diatas lebih kepada permasalahan mentalitas dan kapabilitas seorang pendidik.
Perbaikan mutu pendidikan seharusnya tidak hanya difokuskan kepada kurikulum, sarana-prasarana, atau pada manajerial forum saja, tetapi perhatian kita juga mengarah kepada problem mentalitas dan kapabilitas pendidik.
Di samping itu kemampuan mengajar dengan mengunakan metode yang sempurna merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Hubungan antara pendidik dan metode sangatlah erat. Penggunaan metode dibutuhkan biar penyampaian materi atau materi didik tercapai dengan baik. Metode ini berkaitan dengan keberhasilan proses belajar–mengajar yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan diraih akseptor didik. Oleh alasannya itu berdasarkan Zuhairini, dalam menentukan metode mengajar, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan tujuan dan materi pengajaran; Kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan kemampuan akseptor didik, kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan akomodasi yang tersedia, dan kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan lingkungan pendidikan. Dalam hal ini penulis sangat oke adanya kebijakan sertifikasi untuk guru (pendidik). Harapannya dari kegiatan ini, kompetensi pendidik akan meningkat.
C. Hakikat Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti ‘melalui’ dan hodos berarti ‘jalan’ atau ‘jalan’. Dengan demikian metode ialah sanggup berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Ada juga yang mengartikan bahwa metode ialah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyususn data yang dibutuhkan bagi pengembangan disiplin tersebut. Singkatnya metode ialah jalan untuk mencapai tujuan. Adapun kata ‘metodologi’ berasal dari kata ‘metoda’ dan ‘logi’. Logi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti logika atau ilmu. Kaprikornus metodologi artinya ilmu ihwal jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu ilmu, metodologi merupakan bab dari perangkat disiplin keilmuan yang menjadi induknya. Hampir semua ilmu pengetahuan mempunyai metodologi tersendiri. Oleh alasannya itu ilmu pendidikan sebagai salah satu disiplin ilmu juga mempunyai metodologi yaitu metodologi pendidikan. Yaitu suatu ilmu pengetahuan ihwal motode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.
Jika kata metode dikaitkan dengan pendidikan Islam, sanggup membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam eksklusif objek sasaran, yaitu eksklusif Islami. Selain itu metode sanggup pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengambangkan pedoman Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Menambahkan hal itu al-Syaibany memberikan takrif metode bila dikaitkan dengan proses berguru mengajar, sebagai berikut:
“Metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian matapelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya untuk mencapai proses berguru yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkahlaku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan”.
Secara umum fungsi metode ialah sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksana operasional dari ilmu pendidikan. Sedangkan dalam kontek lain metode merupakan sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang dibutuhkan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dengan melihat penjesan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa metode dalam pendidikan Islam sangatlah penting, alasannya hal inilah yang membantu dalam mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
D. Karakteristik Metode Pendidikan Islam
Diantara karakteristik metode pendidikan Islam adalah; (a) Keseluruhan proses harus didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam (b) Proses pembentukan, penerapan dan pengembangannya tetap tidak sanggup dipisahkan dengan konsep al-akhlak al-karimah (c) Bersifat luwes dan fleksibel (d) Seimbang antara teori dan praktek (e) Menekankan kebebasan akseptor didik untuk berekspresi dalam batas kesopanan dan akhlakul karimah. (f) Terjadi situasi dan kondisi yang memungkinkan terciptanya interaksi edukatif yang aman (g) Bersifat memudahkan, efektif dan efisien.
E. Sumber Metode Pendidikan Islam
Sedangkan sumber dari metode pendidikan Islam ialah dari al-Qur'an dan Hadits. Untuk mendalaminya, kita perlu mengungkapkan implikasi-implikasi metodologis kependidikan dalam al-Qur'an dan al-Hadits tersebut antara lain sebagai berikut; (i) Gaya bahasa dan ungkapan al-Qur'an mununjukan fenomena nilai-nilai metodologis yang mempunyai corak dan ragam sesuai tampat dan waktu serta target yang dihadapai. (ii) Dalam memberikan perintah dan larangan (imperatif dan preventif) Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba, sehingga ta’lif (beban)nya berbeda-beda meskipun dalam kiprah yang sama. (iii) pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam al-Qur'an ialah bersifat multi approarch.
BAB III
PENUTUP
Jika dikaji lebih dalam, al-Qur'an telah memperlihatkan banyak sekali pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam memberikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain; metode teladan (contohnya: Qs.33:21), metode kisah-kisah (contohnya: Qs. 2:30-39), metode nasehat (contoh Q.S, 28:20; 7:29 dan 79), metode penyesuaian (contohnya; Qs.4:43) dan lain sebagainya.
Pemilihan metode ini tergantung pendidik dengan banyak sekali pertimbangannya, menyerupai hal di atas, demikian juga pengembangannya atas kreatifitas dari pendidik. Disinilah dituntut kemampuan pendidik menganalisis untuk selanjutnya memilih, memakai dan membuatkan metode pengajaran.
Dengan upaya memahami hakikat pendidik dan metode, diharapkan proses belajar-mengajar menjadi semakin baik, sehingg pendidikan hadir secara fungsional membuatkan potensi anak didik (tujuan pendidikan) dan bisa mengatasi problem keumatan
Pendahuluan
Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan intinya selalu terkait dua belah pihak yaitu: pendidik dan akseptor didik. Keterlibatan dua pihak tersebut merupakan keterlibatan kekerabatan antar insan (human interaction). Hubungan itu akan harmonis bila terang kedudukan masing-masing pihak secara profesional, yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang mempunyai hak dan kewajiban. Lebih terang lagi Tahziduhu Ndraha menambahkan bahwa proses belajar-mengajar terlibat empat pihak, yaitu: (i) pihak yang berusaha belajar-mengajar, (ii) pihak yang berusaha berguru (iii) pihak yang merupakan sumber pelajaran, dan (iv) pihak yang berkepentingan atas hasil (out come) proeses belajar-mengajar.
Dalam proses belajar-mengajar, pendidik mempunyai kiprah utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (cognitive), perilaku dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor). Dengan kata lain kiprah dan kiprah pendidik yang utama terletak di bidang pengajaran. Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh alasannya itu seorang pendidik dituntut untuk sanggup mengelola (manajemen) kelas, penggunaan metode mengajar, seni administrasi mengajar, maupun perilaku dan karakteristik pendidik dalam mengelola proses berguru mengajar yang efektif, membuatkan materi pengajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan akseptor didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Ketidak pahaman terhadap hakikat metode maka si pendidik tidak bijaksana dalam menentukan dan memakai metode. Singkatnya kualitas pendidikan sangat dipengaruhi kualitas pendidiknya.
Salahnya pemahaman seorang pendidik terhadap dirinya, memungkinkan si pendidik tidak bisa secara baik memerankan diri sebagai pendidik, dan tidak memenuhi kualifikasi sebagai pendidik. pendidik seharusnya digugu lan ditiru, atau tut wuri handayani. Beberapa masalah banyak kita temukan perbuatan asusila dilakukan oleh pendidik, yang seharusnya tidak terjadi bila mengingat kualifikasi seorang pendidik. hal ini selanjutnya akan menjadi problem tersendiri dalam kegiatan pendidikan. Problem-problem ini terjadi dikarenakan adanya problem filosofis yang belum tertanam dalam diri seorang pendidik. Problem mentalitas; orientasi, keikhlasan, peran, niatan, tuntutan kesejateraan, kepribadian dan lain sebagainya. Selanjutnya ialah problem kapabilitas pendidik; kompetensi, profesionalisme dan lain sebagainya. Tentunya banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas seorang pendidik.
Problem kompetensi diantaranya ialah metode yang harus dipilih dan dipakai oleh seorang pendidik dalam kegiatan berguru mengajar. Jika pendidik tidak memahami dirinya maka berakibat kepada kinerja, penggunaan media dan pemilihan metode pembelajaran, bila tidak memahami metode maka dampak yang lebih besar ialah kepada keberhasilan ia dalam mendidik anak. Pemahaman keduanya ihwal pendidik dan metode sangatlah penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan, dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Pendidik dalam pembelajaran niscaya memakai metode.
Untuk mengatasi problem diatas dan untuk memperbaiki kualitas pendidik, maka kajian ihwal pendidik dan pengajaran sangat penting untuk dilakukan. Fokus kajian dalam makalah ini ialah ihwal hakekat pendidik, hakekat metode, kekerabatan antara pendidik dan operasionalisasinya. Pembahasan ini diharapkan akan bisa memecahkan problem filosofis seputar pendidik, metode, serta operasionalisasinya.
BAB II
Pembahasan
A. Hakikat Pendidik.
Dari segi bahasa, menyerupai yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik ialah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik ialah orang yang melaksanakan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Secara khusus pendidikan dalma perspektif pendidikan Islam ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi akseptor didik , baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai pedoman Islam.
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, alasannya keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut pertanda adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan.
Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional pertanda kepada seseorang yang melaksanakan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga ialah orang tua, guru bila itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak bahwa dikala menjelaskan pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang kiprah atau pekerjaan. Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang menempel ialah forum pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak terikat dengan forum pendidikan. Ini pertanda bahwa pada hasilnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang menempel pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam pendidikan ada proses berguru mengajar dengan kata lain ialah pengajaran.
B. Persyaratan dan Sifat Pendidik
Pendidik pendidikan Islam bukan hanya mentransferkan pengetahuan Islam saja, namun harus sanggup membentuk eksklusif akseptor didik untuk sanggup mempunyai susila yang mulia (internalisasi nilai al-Qur'an dan al-Hadits ), membimbing akseptor didik untuk menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain, dan bisa untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhoi oleh Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi membuatkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi akseptor didik biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kecakapan dan pengetahuan dasar haruslah dimiliki oleh pendidik, sebagaimana disampaikan oleh Winarno Surachmad dengan mengadopsi istilah ‘guru’ sebagai berikut : (a) Pendidik harus mengenal akseptor didik yang dipercayakan kepadanya, (b) mempunyai kecakapan memberi bimbingan. (c) Memiliki dasar pengetahuan yang terang ihwal tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan. (d) Pendidik harus mempunyai pengetahuan yang lingkaran (pen: teruji) dan gres mengenai ilmu yang diajarkan.
Mengacu pada ungkapan di atas bahwa pendidik ialah bukan asal pandang saja, melainkan ia harus menyadari akan kiprah dan tanggung jawab yang berat. Dia harus berkompeten di bidangnya, ia harus mempunyai kecakapan dan pengetahuan dasar yang cukup dan sebagainya. Untuk itu seorang pendidik harus memenuhi banyak sekali persyaratan baik persyaratan fisik, psikis, mental, moral maupun intelektual yang terangkum dalam persyaratan profesionalnya.
Ada tiga persyaratan atau ciri dasar (sifat) yang selalu sanggup dilihat pada setiap profesional yang baik mengenai etos kerjanya. Yaitu (1) Keinginan untuk menjungjung tinggi mutu pekerjaan (job quality); (2) Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan; dan (3) Keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesioanalnya. Pemenuhan syarat-syarat diatas ialah kondisi ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, bagaimana realitas wajah pendidik di Indonesia?
An-Nahlawi menyebutkan karakteristik pendidik muslim adalah; mempunyai watak/sifat Rubbaniyah, ikhlas, sabar, jujur, bisa memakai metode mengajar secara bervariasi, bisa mengelola kelas, mengetahui kehidupan psikis akseptor didik. Tangggap terhadap banyak sekali kondisi dan perkembangan dunia, dan adil terhadap akseptor didik. Menambahkan hal itu al-Abrasy memberikan batasan ihwal karakteristik pendidik, yaitu; zuhud, higienis fisik dari segala kotoran dan higienis jiwanya dari sifat tercela, nrimo dan tidak ria, pemaaf, memahami aksara akseptor didik, serta menguasai metode.
Pemberitaan-pemberitaan ihwal masalah pemerkosaan, pelecehan seks guru kepada murid, kekerasan guru kepada murid, korupsi oleh guru dibeberapa media massa, kemampuan mengajar yang kurang, ketidakmampuan dalam pengunaan media, dan keslahan menentukan metode, telah pertanda kondisi buruknya wajah pendidik di Indonesia, walau tidak bisa kita katakan semuanya, dan tanpa melihat lebih jauh latarbelakang terjadinya masalah tersebut. Syarat-syarat inilah sebetulnya yang harus disiapkan bagi perguruan-perguruhan tinggi yang mencetak calon-calon pendidik. Persoalan-persoalan persyaratan diatas lebih kepada permasalahan mentalitas dan kapabilitas seorang pendidik.
Perbaikan mutu pendidikan seharusnya tidak hanya difokuskan kepada kurikulum, sarana-prasarana, atau pada manajerial forum saja, tetapi perhatian kita juga mengarah kepada problem mentalitas dan kapabilitas pendidik.
Di samping itu kemampuan mengajar dengan mengunakan metode yang sempurna merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Hubungan antara pendidik dan metode sangatlah erat. Penggunaan metode dibutuhkan biar penyampaian materi atau materi didik tercapai dengan baik. Metode ini berkaitan dengan keberhasilan proses belajar–mengajar yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan diraih akseptor didik. Oleh alasannya itu berdasarkan Zuhairini, dalam menentukan metode mengajar, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan tujuan dan materi pengajaran; Kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan kemampuan akseptor didik, kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan akomodasi yang tersedia, dan kesesuaian metode mengajar yang dipakai dengan lingkungan pendidikan. Dalam hal ini penulis sangat oke adanya kebijakan sertifikasi untuk guru (pendidik). Harapannya dari kegiatan ini, kompetensi pendidik akan meningkat.
C. Hakikat Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti ‘melalui’ dan hodos berarti ‘jalan’ atau ‘jalan’. Dengan demikian metode ialah sanggup berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Ada juga yang mengartikan bahwa metode ialah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyususn data yang dibutuhkan bagi pengembangan disiplin tersebut. Singkatnya metode ialah jalan untuk mencapai tujuan. Adapun kata ‘metodologi’ berasal dari kata ‘metoda’ dan ‘logi’. Logi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti logika atau ilmu. Kaprikornus metodologi artinya ilmu ihwal jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu ilmu, metodologi merupakan bab dari perangkat disiplin keilmuan yang menjadi induknya. Hampir semua ilmu pengetahuan mempunyai metodologi tersendiri. Oleh alasannya itu ilmu pendidikan sebagai salah satu disiplin ilmu juga mempunyai metodologi yaitu metodologi pendidikan. Yaitu suatu ilmu pengetahuan ihwal motode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.
Jika kata metode dikaitkan dengan pendidikan Islam, sanggup membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam eksklusif objek sasaran, yaitu eksklusif Islami. Selain itu metode sanggup pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengambangkan pedoman Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Menambahkan hal itu al-Syaibany memberikan takrif metode bila dikaitkan dengan proses berguru mengajar, sebagai berikut:
“Metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian matapelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya untuk mencapai proses berguru yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkahlaku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan”.
Secara umum fungsi metode ialah sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksana operasional dari ilmu pendidikan. Sedangkan dalam kontek lain metode merupakan sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang dibutuhkan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dengan melihat penjesan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa metode dalam pendidikan Islam sangatlah penting, alasannya hal inilah yang membantu dalam mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
D. Karakteristik Metode Pendidikan Islam
Diantara karakteristik metode pendidikan Islam adalah; (a) Keseluruhan proses harus didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam (b) Proses pembentukan, penerapan dan pengembangannya tetap tidak sanggup dipisahkan dengan konsep al-akhlak al-karimah (c) Bersifat luwes dan fleksibel (d) Seimbang antara teori dan praktek (e) Menekankan kebebasan akseptor didik untuk berekspresi dalam batas kesopanan dan akhlakul karimah. (f) Terjadi situasi dan kondisi yang memungkinkan terciptanya interaksi edukatif yang aman (g) Bersifat memudahkan, efektif dan efisien.
E. Sumber Metode Pendidikan Islam
Sedangkan sumber dari metode pendidikan Islam ialah dari al-Qur'an dan Hadits. Untuk mendalaminya, kita perlu mengungkapkan implikasi-implikasi metodologis kependidikan dalam al-Qur'an dan al-Hadits tersebut antara lain sebagai berikut; (i) Gaya bahasa dan ungkapan al-Qur'an mununjukan fenomena nilai-nilai metodologis yang mempunyai corak dan ragam sesuai tampat dan waktu serta target yang dihadapai. (ii) Dalam memberikan perintah dan larangan (imperatif dan preventif) Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba, sehingga ta’lif (beban)nya berbeda-beda meskipun dalam kiprah yang sama. (iii) pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam al-Qur'an ialah bersifat multi approarch.
BAB III
PENUTUP
Jika dikaji lebih dalam, al-Qur'an telah memperlihatkan banyak sekali pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam memberikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain; metode teladan (contohnya: Qs.33:21), metode kisah-kisah (contohnya: Qs. 2:30-39), metode nasehat (contoh Q.S, 28:20; 7:29 dan 79), metode penyesuaian (contohnya; Qs.4:43) dan lain sebagainya.
Pemilihan metode ini tergantung pendidik dengan banyak sekali pertimbangannya, menyerupai hal di atas, demikian juga pengembangannya atas kreatifitas dari pendidik. Disinilah dituntut kemampuan pendidik menganalisis untuk selanjutnya memilih, memakai dan membuatkan metode pengajaran.
Dengan upaya memahami hakikat pendidik dan metode, diharapkan proses belajar-mengajar menjadi semakin baik, sehingg pendidikan hadir secara fungsional membuatkan potensi anak didik (tujuan pendidikan) dan bisa mengatasi problem keumatan