Definisi, Pengertian Dan Sejarah Sastra

Definisi-definisi Sederhana Tentang Sastra
  • Sastra yakni imajinasisasi sesuatu yang dilihat dari sisi objektif dan subjektif yang mana sanggup diakui kebenarannya namun tidak bersifat mutlak.
  • Sastra yakni implikasi dari perpaduan perasaan seseorang dengan bermediakan bahasa serta tersusun dalam sebuah karya
  • Sastra yakni respon dari gejala-gejala realitas yang menjadikan reaksi dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat halusinasi sehingga sanggup menstabilkan gejala-gejala tersebut.
  • Sastra yakni gerakan pikiran seseorang untuk merelasikan kehidupan nyata dengan kehidupan khayali dari rangsangan-rangsangan yang ada di sekitarnya.
  • Sastra yakni garis kebijakan sebagai refleksi dari kehidupan yang bertentangan dengan pikirannya.
  • Sastra yakni salah satu struktur kehidupan dalam beberapa organ sehingga membuat simbiosis mutualisme dalam organisme yang lebih kompleks.
  • Sastra yakni warna hidup dari kepribadian seseorang yang mempunyai ketenangan dan ataupun guncangan jiwa melalui bahasa yang sederhana.
  • Sastra yakni pengungkapan kehidupan dan membuatnya lebih berbeda dengan nuansa hati yang lebih mendalam.
  • Sastra yakni pertemuan antara ion positif dan ion negatif seseorang yang sanggup menghasilkan energi dan kemudian melahirkan jawaban yang menawarkan nilai baik ataupun buruk.
  • Sastra yakni gambar imitasi dari kehidupan yang nyata melalui alur pikiran seorang sastrawan ataupun bukan sastrawan sebagai rasa keikutsertaannya dalam menanggapi kehidupan yang ada.
  •  Sastra merupakan sebuah istilah yang tidak gampang untuk didefinisikan sekaligus mempunyai definisi yang beragam, hal tersebut terjadi mengingat sastra dipandang sebagai bentuk berkesenian, sedangkan seni berdasarkan Titus, Smith, dan Nolan mempunyai fungsi sebagai media ekspresi, dan setiap aktivitas berkesenian yakni berupa aktivitas ekspresi kreatif dan setiap karya seni merupakan bentuk yang gres yang unik dan orisinil, dengan demikian maka pemahaman setiap individu terhadap sastra sebagai manifestasi dari hasrat berkesenian akan berbeda-beda tergantung dari pengalaman, penghayatan dan pengekspresianya terhadap karya sastra.
  •     Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan,ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya dimana ekspresi kreatif tersebut akan  senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pada satu sisi sastra merupakan bentuk refleksi perilaku seseorang terhadap tanda-tanda yang muncul dari lingkungan alam sekitarnya yang dituangkan dalam bentuk kesenian, disisi lain sastra juga menjadi bentuk hiburan yang tiada lain merupakan sebuah kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosi.
  • Sastra dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata sas yang berarti mengarahkan , memberi petunjuk atau instruksi, sedang tra berarti alat atau sarana (Teeuw, 1984: 23). Padahal dalam pengertian kini (bahasa Melayu), sastra banyak diartikan sebagai tulisan. Penger¬tian ini kemudian ditambah dengan kata su yang berarti indah atau baik. Jadilah susastra yang bermakna goresan pena yang indah.
Kata sastra secara etimologi dalam dunia arab dikenal dengan istilah al-adab. Kata al-adab pada masa pra Islam (jahiliyah) mengandung pengertian etika, moral,, (al-khalq dan al-mahdab), prilaku yang baik (al-thabu’al-qourm) dan interaksi sosial yang baik antara sesama insan (almu’amalah al-karimah li al-nas), Ahmad Badawi (Rohanda W.S, Model Penelitian Sastra Interdisiplin, Adabi Press: Bandung; 2005, hal 35).
Pengertian kata adat itu sendiri telah mengakui perkembangan, sesuai dengan perkembengan yang diakui bangsa Arab, semenjak mereka hidup erat hingga kepada fase kemajuan dan kebudayaan. (A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Pustaka Al-Husna: Jakarta; 1984, hal 7.)
Pengertian sastra yang didasarkan pada makna kata di atas, tentu tidak sanggup menggambarkan definisi sastra secara keselu¬ruhan. Hal tersebut sanggup dibandingkan dengan makna sastra yang terdapat dalam bahasa-bahasa Barat. Kerancuan mak¬na pun masih melingkupi makna sastra tersebut. Dalam bahasa Inggris contohnya dikenal istilah literature, Perancis litterature, Jer¬man literatur, dan Belanda letterkunde. Secara etimologis, kata-¬kata tersebut berasal dari bahasa Latin yaitu litterature yang me¬rupakan terjemahan dari kata grammatika yang mengandung makna tata bahasa dan puisi. Namun kenyataannya, dalam pe¬ngertian yang dikenal dikala ini kata literature ternyata mengacu pada makna segala sesuatu yang tertulis. Padahal jikalau kita simak lebih jauh, manifestasi makna tersebut tentu tidak sanggup meng¬gambarkan sastra dalam pengertian karya fiksi.
Mursal Esten menyatakan "sastra atau kesusastraan yakni pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya pengaruh yang positif terhadap kehidupan insan (kemanusiaan)". Kemudian dikatakan pula bahwa sastra yakni suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya yakni insan dan kehidupannya memakai bahasa sebagai mediumnya. Panuti Sudjiman mendefinisikan sastra sebagai "karya ekspresi atau goresan pena yang mempunyai aneka macam ciri keunggulan menyerupai keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya". Selain itu, Ahmad Badrun beropini bahwa "Kesusastraan yakni aktivitas seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai nilai dan bersifat imajinatif". Menurut Engleton, sastra yang disebutnya "karya goresan pena yang halus" (belle letters) yakni karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam aneka macam cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
Sastra sanggup digolongkan menjadi dua kelompok jenisnya, yakni sastra imajinatif dan sastra non-imajinatif. Begitu pula dalam penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih menekankan penggunaan bahasa dalam artinya yang konotatif (banyak arti) dibandingkan dengan sastra non-imajinatif yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa denotatif (tunggal arti). (Jakob Sumardjo & Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, PT Gramedia: Jakarta 1988, hal 17)
Dengan demikian, ciri sastra imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, memakai bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri sastra non-imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya daripada khayalinya, memakai bahasa yang cenderung denotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.
SASTRA NON-IMAJINATIF    SASTRA IMAJINATIF
1.    Memenuhi estetika seni (unity, balance, harmony, dan right emphasis)
2.    Cenderung mengemukakan fakta.
3.    Bahasa cenderung denotatif.    1.    Memenuhi estetika seni (unity, balance, harmony, dan right emphasis)
2.    Cenderung khayali.
3.    Bahasa cenderung konotatif.
Dalam karya sastra Fiksi yaitu Sastra Imajinatif di bagi 3:
1.    Roman/Novel
2.    Cerpen
3.    Novelet
    Novel yakni dongeng yang paling panjang dari semua cerita. Dalam arti luas
novel yakni dongeng berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran luas di sini sanggup berarti dongeng dengan plot (alur) yang kompleks, abjad yang banyak, tema yang kompleks, suasana dongeng yang bermacam-macam pula.
Istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkenbang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman berasal dari genre romance dari Abad pertengahan yang merupakan dongeng panjang perihal kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Prancis, dan bagian-bagian Eropa daratan lain. (Jakob Sumardjo & Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, PT Gramedia: Jakarta 1988, hal 29.)
    Cerita pendek yakni dongeng berbentuk prosa yang relatif pendek. Kata pendek disini tidak terang ukurannya. Ukuran pendek disini sanggup diartikan sebagai: sanggup dibaca sekali duduk dalam waktu satu jam. Dikatakan pendek lantaran genre ini hanya mempunyai pengaruh tunggal, karakter, plot, dan setting yang terbatas, tidak beragam, dan tidak kompleks.Cerita pendek sebetulnya berasal dari Mesir purba, sekitar 3200SM.( Usman Supendi, Serpihan Sastra dan budaya, Pustaka Latifah: Bandung ; 2008, hal 43)
Novelet yakni dongeng berbentuk prosa yang panjangnya antara novel dan dongeng pendek. Bentuk novelet juga sering disebut sebagai dongeng pendek yang panjang saja. Beda novelet dengan cerpen adalah: novelet lebih luas cakupannya, baik dalam plot, tema, dan unsure-unsur yang lain. Beda novelet dengan novel adalah: bahwa novelet lebih pendek dari novel dan dimaksudkan untuk dibaca dalam sekali duduk untuk mencapai pengaruh tunggal bagi pembacanya.
Jenis sastra non-imajinatif terdiri dari karya-karya yang berbentuk esei, kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Dalam jenis karya sastra non-imajinatif ini adakala dimasukkan pula jenis memoar, catatan harian, dan surat-surat.
a)    Esai Esei yakni karangan pendek perihal sesuatu fakta yang yang dikupas berdasarkan pandangan langsung penulisnya.
b)    Kritik yakni analisis untuk menilai sesuatu karya seni, dalam hal ini karya sastra. Kaprikornus karya krtitik sebetulnya termasuk esei argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra, lantaran kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis.
c)    Biografi atau riwayat hidup yakni dongeng perihal hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain (sastrawan).
d)    Otobiografi yakni biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri, atau adakala ditulis oleh orang lain atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya
e)    Sejarah yakni dongeng perihal zaman lampau sesuatu masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis.
f)    Memoir intinya yakni otobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri
g)    Catatan harian yakni catatan perihal dirinya atau lingkungan hidupnya yang ditulis secara teratur.
h)    Surat tokoh tertentu untuk orang lain sanggup dinilai sebagai karya sastra lantaran kualitas yang sama menyerupai terdapat dalam catatan harian. Namun genre sastra non-imajinatif ini belum berkembang dengan baik di Indonesia, sehingga adanya genre tersebut kurang dikenal sebagai bab dari sastra. (Jakob Sumardjo & Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, PT Gramedia: Jakarta 1988, hal 19.)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel