Contoh Penerapan Administrasi Kurikulum

Berikut ulasan mengenai bahan berguru ihwal Contoh Penerapan Manajemen Kurikulum, yang sanggup kalian jadikan contoh untuk belajar. Silahkan disimak!

Menurut BSNP Depdiknas (2006) dan Mulyasa (2006), penyusunan KTSP merupakan bab dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Langkah-langkah yang sanggup dilakukan adalah:
  1. Melakukan koordinasi dengan dinas pendidikan setempat
  2. Melakukan analisis konteks
  3. Penyiapan dan penyusunan draf
  4. Reviu dan revisi draf
  5. Finalisasi draf
  6. Pemberlakuan KTSP

Koordinasi perlu dilakukan oleh kepala sekolah dalam merencanakan dan menyusun KTSP. Kegiatan koordinasi sekurangkurangnya menyangkut dua kegiatan sebagai berikut:
  1. Melakukan koordinasi mengenai planning penyusunan KTSP dengan dinas pendidikan kabupaten/kota setempat
  2. Menghubungi jago pendidikan setempat untuk diminta bantuannya sebagai nara sumber dalam kegiatan penyusunan KTSP. Analisis konteks merupakan kegiatan yang mengawali penyusunan KTSP.

Kegiatan ini sanggup dilakukan dalam rapat kerja atau lokakarya yang diikuti oleh tim penyusun KTSP. Kegiatan menganalisis konteks meliputi dua hal pokok, yaitu:
  1. Analisis potensi dan kekuatan/kelemahan yang ada di sekolah (peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program yang ada di sekolah).
  2. Analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar (komite sekolah, dewan pendidikan, dinas  pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya).
  3. Mengidentifikasi standar isi dan standar kompetensi lulusan sebagai contoh dalam penyusunan KTSP.
  4. Setelah tim penyusun KTSP memahami potensi dan kekuatan/kelemahan sekolahnya, serta peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungannya, tibalah saatnya tim mulai bekerja menyiapkan dan menyusun draft KTSP.

Tahapan-tahapan dalam administrasi mutu KTSP, dimulai dari perumusan perangkat KTSP dengan melibatkan stake holders sekolah, yang terdiri atas: (1) pengembangan silabus, (2) penyusunan planning pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penyusunan perangkat penilaian berbasis kelas. Adapun stake holder sekolah yang dilibatkan dalam perumusan perangkat KTSP adalah: kepala sekolah (ketua merangkap anggota), guru (anggota), konselor sekolah (anggota), komite sekolah (anggota), jago pendidikan (nara sumber), dinas pendidikan (koordinasi dan supervisi). Dalam KTSP tersebut juga dirumuskan kriteria ketuntatasan minimal (KKM) yang harus dicapai oleh akseptor didik pada masing-masing mata pelajaran dan kelas. Pengontrolan atas mutu KTSP yang dirumuskan oleh sekolah beserta dengan stake holdersnya dilakukan dengan membandingkan dengan kisi-kisi penilaian KTSP baik dari segi rumusannya, pihak-pihak yang terlibat dan dari segi substansinya.

Manajemen pembelajaran yakni sebagai kelanjutan dari administrasi mutu kurikulum. Jika administrasi mutu kurikulum terkait dengan aspek rumusannya, maka administrasi mutu pembelajaran terkait dengan implementasi kurikulum di tingkat kelas. Dalam perspektif KTSP, berdasarkan BSNP Depdiknas (2006) dan Mulyasa (2006), administrasi mutu pembelajaran yakni suatu kegiatan yang mengupayakan semoga siswa terkondisi untuk belajar. Belajar sendiri merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Guru menawarkan dorongan kepada siswa untuk memakai otoritasnya dalam membangun gagasan. Tanggungjawab berguru ada pada diri siswa, tetapi guru bertanggungjawab untuk membuat situasi yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggungjawab siswa untuk berguru sepanjang hayat.

Agar administrasi mutu pembelajaran berjalan dengan efektif, ada sejumlah prinsip yang berdasarkan perspektif KTSP harus dipedomani. Prinsip tersebut diangkat dari bebagai perspektif psikologi (behavioristik, kognitif, humanistik dan gestal), yaitu:
  1. Berpusat pada siswa, ialah bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya mengkondisikan semoga siswa berguru sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan potensinya,
  2. Belajar dengan melakukan, ialah menawarkan pengalaman kasatmata sehari-hari, terkait penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu yang dipelajari,
  3. Mengembangkan kemampuan sosial, ialah menawarkan kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain dan guru,
  4. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan, sebagai model dasar untuk bersikap peka, kritis, berdikari dan kreatif serta bertakwa kepada tuhan,
  5. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, alasannya yakni keberhasilan hidup banyak ditentukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah,
  6. Mengembangkan kreativitas siswa, dengan cara memberi kesempatan dan kebebasan kepada siswa untuk berkarya secara bersinambung,
  7. Membangun kemampuan memakai ilmu dan teknologi, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh informasi dari banyak sekali media,
  8. Menumbuh-kembangkan kesadaran sebagai warga negara yang baik,
  9. Belajar sepanjang hayat, ialah bahwa pembelajaran perlu mendorong siswa untuk melihat dirinya secara positif, mengenali diri sendiri, percaya diri, memahami diri sendiri dan orang lain serta mendorong dirinya sendiri untuk terus berguru sepanjang hayat, dan
  10. Adanya perpaduan antara kompetisi, kolaborasi dan solidaritas.

Sementara itu, administrasi mutu kelas yakni pengaturan terhadap fisik dan psikologis kelas semoga teroskestrasi sehingga menjadi sebuah panggung yang menarik siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Mengingat kelas yang aman yakni prasyarat bagi pembelajaran yang kondusif, maka administrasi mutu kelas juga menjadi prasyarat mutu pembelajaran. Ruang kelas harus diorkestrasikan sehingga memungkinkan aksesibilitas (siswa gampang menjangkau alat dan sumber belajar), interaksi (hubungan timbal balik siswa-siswa dan siswa-guru), dan variasi kerja siswa (bekerja perorangan, berpasangan dan kelompok).

DePorter (2002) melalui Quantum Teaching mengedepankan perlunya mengorkestrasi kelas dengan label lingkungan yang mendukung. Kelas yang baik menurutnya didukung dengan poster ikon, poter afirmasi, warna yang disukai dan menggairahkan, serta alat bantu belajar. Guna menguji bermutu tidaknya suatu kelas, seorang kepala sekolah sanggup membunyikan bel tanda istirahat sebelum pembelajaran selesai. Ketika siswa cepat berhamburan keluar dari ruangan kelas dan merespon dengan teriak ”hore”, maka kelas tersebut dipandang tidak begitu bermutu. Sebaliknya kalau siswa merespon dengan ungkapan ”huu…” dan mereka tidak mau keluar dari kelasnya, maka itu yakni indikator kelas yang bermutu. Dengan perkataan lain, kelas yang bermutu yakni menarik secara fisik dan secara psikologis. Baik kemenarikan secara fisik maupun psikologis, sengaja didisain oleh manajer sekolah dan diimplementasikan serta diperbaiki secara berulang.

Sekian artikel mengenai Contoh Penerapan Manajemen Kurikulum, yang sanggup kalian jadikan contoh untuk belajar.
Lihat juga:
Kumpulan Artikel Tentang Manajemen

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel