Studi Kasus Perselingkuhan Sebagai Alasan Perceraian


PERSELINGKUHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Pasal 39 ayat 2 UU Perkawinan No.1/1974) DAN PENANGGULANGAN PERSELINGKUHAN DALAM AJARAN ISLAM
PROPOSAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
"Teknik Penulisan Karya Ilmiah"
Oleh:
PUTRI AYU WIDIANDARI
Nim : 08049
Pembimbing:
Drs. Suwito, M.Ag
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2011

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Tingkat perceraian yang terjadi di Indonesia ketika ini mengalami peningkatan yang begitu tinggi, data yang diperoleh dari beberapa kota di Indonesia, perceraian paling banyak dilakukan oleh isteri yang gugat cerai. Di Jakarta dan Bandung perceraian isteri gugat cerai meningkat sampe 60 persen, dan di Surabaya perceraian isteri gugat cerai meningkat sampai 80 persen. Alasan perceraian ini paling banyak disebabkan lantaran adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pihak baik dari pihak suami ataupun isteri. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya perceraian paling banyak dilakukan oleh pihak suami yang mentalak isterinya atau sebaliknya isteri yang menggugat cerai suami dengan alasan: (1) faktor ekonomi (2) kekerasan dalam rumah tangga (3) cemburu membabi buta (3) poligami (4) penikahan dini, dan lain sebagainya. Dan masalah perselingkuhan menjadi urutan yang kesekian. Meskipun sebelumnya perselingkuhan sudah banyak dilakukan, tetapi mereka masih tetap mempertahankan ijab kabul mereka melalui jalan damai, mereka masih memikirkan nasib anak-anaknya. Saat ini masalah perselingkuhan menjadi alasan utama dan paling mayoritas untuk dijadikan sebagai alasan perceraian.

Islam yaitu agama fitrah dan agama Allah, yang menghendaki kemakmuran bumi. Sesungguhnya Islam membawa larangan untuk membujang selamanya dan menganjurkan nikah kepada siapa saja yang berkemampuan. Perkawinan di sayariatkan oleh Allah SWT, untuk kelanggengan keturunan dan regenerasi kekhalifahan/ kepemimpinan di bumi. Dalam perkawinan kita wajib meletakkan empat pokok problem biar perkawinan menjadi sempurna. Empat hal tersebut ialah: keturunan, kenikmatan jiwa dan raga, pencapaian kesempurnaan insane dan tolong menolong dalam membina kehidupan.

Namun dalam menjalani kehidupan perkawinan, jarang terjadi dalam kenyataan suami isteri yang hidup bersama tanpa ada kesulitan dan perselisihan yang tiba dengan tiba-tiba. Seperti masalah kekerasan dalam rumah tangga, masalah ekonomi, perselingkuhan, dan lain sebagainya. [1]

Perceraian dalam Islam pada prinsipnya dihalalkan. Ini sanggup dilihat pada arahan Rasulullah bahwa talak atau cerai yaitu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT.

آ بغض آلحلا ل آلى اللٌه الطلاق رواه ابو داود وابن ماجه والحاكم عن ابن عمر

Sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah yaitu talak perceraian. ( Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, dan Al Hakim dari Ibnu Umar).

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian diatur dalam pasal 38-41. Pada pasal 39 ayat (2) disebutkan bahwa untuk melaksanakan perceraian harus ada alasan, yaitu antara suami isteri tidak akan hidup rukun sebagai suami isteri. Selanjutnya pada Pasal 39 ayat (2) ini dijelaskan oleh klarifikasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi alasan-alasan yang sanggup dijadikan dasar perceraian adalah:

1.    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau lantaran hal lain di luar kemampuan.

3.    Salah satu pihak menerima eksekusi penjara lima tahun.

4.    Salah satu pihak melaksanakan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5.    Salah satu pihak menerima cacat tubuh atau penyakit dengan tanggapan tidak sanggup menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

6.    Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada cita-cita akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

7.    Peralihan agama.

Dari ketujuh alasan diatas secara eksplisit mengandung makna bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada cita-cita akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu menerapkan bahwa perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) senang dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[2] Jika kita hubungkan, dengan terjadinya perselingkuhan yang dilakukan baik oleh pihak suami atau isteri, pihak yang dirugikan atau disakiti tanggapan perselingkuhan biasanya akan merasa marah, kecewa, sakit hati, mengalami gangguan fisik, sosial, ataupun psikologis, dan sikap tidak saling percaya antara satu dengan yang lain sehingga sanggup menjadikan percekokan, perselisihan, dan pertengkaran dalam rumah tangganya secara terus menerus dan sulit untuk didamaikan. Dalam keadaan demikian pihak yang merasa tersakiti akan mengajukan permohonan cerai talak atau somasi cerai ke pengadilan yang berwenang. Padahal dalam kasus perselingkuhan seharusnya tidak harus pribadi mengambil keputusan untuk melaksanakan perceraian kecuali jikalau dalam perselingkuhan tersebut sudah dinodai dengan telah melaksanakan relasi zina, problem ini lain lagi, sudah terperinci jikalau berzina maka alasan untuk mengajukan perceraian sangat tepat yaitu lantaran alasan zina. Jika tidak mereka sanggup mempertahankan perkawinan daripada bercerai. Dalam menuntaskan permasalahan perselingkuhan, biar tidak terjadi perceraian sanggup dilakukan pemulihan relasi dengan pasangan perkawinan baik dilakukan oleh kedua belah pihak suami isteri, kelurga, ataupun dari pihak mediasi pengadilan.[3]

Berangkat dari sinilah penyusun akan mencari jawaban perihal dapatkah perselingkuhan dijadikan alasan perceraian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan apa saja cara penaggulangan perselingkuhan berdasarkan aliran Islam.

B.     Rumusan Masalah
-->

Agar lebih mudah dan operasional, maka masalah studi ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

1.    Dapatkah perselingkuhan dijadikan sebagai alasan perceraian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974?

2.    Bagaimana penanggulangan perselingkuhan berdasarkan aliran Islam?

C.    Kajian Pustaka

Masalah perselingkuhan yang sanggup dijadikan alasan perceraian bantu-membantu dalam UU Perkawinan tidak disebutkan secara jelas, namun pengaruh dari perselingkuhan ini sanggup mengakibatkan suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran terdapat dalam pasal klarifikasi pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan berujung pada perceraian. Beberapa buku yang sanggup dijadikan referensi yaitu Menyikapi Perselingkuhan, KUHP, dan tafsir Al-Quran. Buku-buku tersebut ditunjang juga dengan makalah- makalah dari aneka macam sumber penelitian-penelitian sebelumnya.

D.    Tujuan Penelitian

1.    Untuk mengetahui sanggup atau tidaknya perselingkuhan dijadikan sebagai alasan perceraian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

2.    Untuk mengetahui penanggulangan perselingkuhan berdasarkan aliran Islam.

E.     Kegunaan Hasil Penelitian

1.    Memperkaya khasanah keilmuan.

2.    Dapat memperlihatkan pelajaran kepada semua orang biar tidak melaksanakan perselingkuhan yang akan menjadikan banyak masalah dalam rumah tangga.

F.     Metode Penelitian

1.    Data yang telah dihimpun, data yang diharapkan dalam penelitian ini, secara global terdiri atas:

a.    Pengertian perselingkuhan.

b.    Sebab-sebab sikap perselingkuhan.

c.    Dampak perselingkuhan terhadap pasangan dan anak.

d.   Cara mencegah perceraian tanggapan perselingkuhan dengan pemulihan relasi dengan pasangan perkawinan.

e.    Pengertian perceraian.

f.     Perceraian dan alasannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

2.    Sumber data dan teknik pengumpuan data tergambar pada jenis-jenis data global diatas, dipakai data sekunder yang terdiri atas:

a.    Bahan primer, yaitu tafsir Al-qur’an, buku-buku yang berkaitan dengan perselingkuhan dan Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974.

b.    Bahan sekunder, yang memperlihatkan klarifikasi mengenai data primer, yaitu buku-buku perkawinan yang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.

c.    Bahan tersier, yang memperlihatkan klarifikasi terhadap data primer dan data sekunder diperoleh dari kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

3.      Pengelohan data

Data-data yang diperoleh tersebut akan diolah dengan tahap-tahap:

a.    Editing, investigasi kembali semua data yang diperoleh

b.    Pengorganisasian data, melaksanakan menyusun dan mensistemasasikan data yang digunakan.

c.    Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan memakai kaidah, teori, dalil, dan sebagainya, sehingga diperoleh simpulan-simpulan yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan masalah

3.    Teknis analisis data

Dalam menganalisa data yang disajikan dipergunakan beberapa metode, yaitu:

a.    Deskriptif, yaitu menggambarkan keadaan atau status fenomena.

b.    Komperatif non hipotesis, yaitu mengadaka kompensasi status fenomena dan standarnya.

c.    Deduktif, metode ini diterapkan dalam menguraikan masalah perkawinan yang bekerjasama dengan ilmu psikologis dan dasar umum.

G.    Sistematikan Penelitian

Sistematika pembahasan ini disusun dalam lima penggalan sebagai berikut:
1.    Bab I, mulai menampilkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode peneltian, dan sistematika pembahasan.
2.    Bab II, mulai memaparkan perihal landasan teori dari pembahasan ini, dengan mengemukakan perihal pengertian perselingkuhan, sebab-sebab sikap perselingkuhan, pengaruh perselingkuhan terhadap pasangan dan anak, perselingkuhan yang sanggup dijadikan alasan perceraian klarifikasi UU/74 NO.39 ayat 2 .
3.    Bab III, dalam penggalan ini dicantumkan penaggulangan perselingkuhan berdasarkan aliran Islam yang mencakup pemulihan relasi dengan pasangan perkawinan yang disebabkan lantaran perselingkuhan.
4.    Bab IV, dalam penggalan ini yaitu analisis data yang berisi perselingkuhan yang sanggup dijadikan alasan perceraian klarifikasi UU/74 NO.39 ayat 2 dan penaggulangan perselingkuhan berdasarkan aliran Islam
5.    Bab V, akan dikemukakan kesimpulan dari pembahasan ini disertai saran-saran sebagai penutup.

DAFTAR PUSTAKA
Satiadarma, Monty. 2001. Menyikapi perselingkuhan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Kholiq, Adurrohman Abdul. Kado Pernikahan Barokah. Banguntapan: Al-Manar.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ghozaly, Abd. Rahman. 2006. Fikih Munakahat. Jakarta: Kencana.

[1] Abdurrahman Abdul Kholiq. Kado Pernikahan Barakoh. (Banguntapan:  Al-Manar, 2004), hal: 9
[2] Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
[3] Monty P. Satiadarma. Menyikapi Perselingkuhan. (jakarta: Pustaka Populer Obor, 2001), hal: 37 & 38

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel